Penimbunan Barang Dalam Persepektif Islam

Catatan: Asmawarna Sinaga S.E.Sy

Keburukan yang ditimbulkan oleh monopoli, juga terjadi dalam praktek ihtikar. Larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat ketika dihubungkan dengan hukum islam, paling tidak secara substansial persamaannya dapat dilihat dalam larangan melakukan penimbunan harta (ihtikar).

Bacaan Lainnya

Namum sebenarnya tas’ir (penetapan harga)dan talaqqi rubban juga merupakan bentuk persaingan tidak sehat dalam tinjuan hukum Islam. Ihtikar menurut bahasa diterjemahkan dengan menahan atau mengumpulkan.

Berdasarkan penjelasan ahli bahasa, penulis menemukan kesan bahwa adakalanya ihtikar (penimbunan barang) dimaksudkan untuk dikonsumsi sendiri dan adakalanya dimaksudkan untuk diperdagangkan kembali, ketika harga barang yang ditimbun tersebut sedang melambung dipasar.

Menurut Adiwarman Karim, monopoli tidak identik dengan ihtikar. Dalam islam siapapun boleh berbisnis tanpa peduli apakah dia satu-satunya penjual (monopoli) atau ada penjual lain. Menyimpan stock barang untuk keperluan persediaanpun tidak dilarang dalam islam.

Jadi monopoli sah-sah saja. Yang dilarang adalah ihtikar, yaitu mengambil keuntungan diatas keuntungan normal dengan cara menjual lebih sedikit barang untuk harga yang lebih tinggi, atau istilah ekonominya disebut dengan monopoly’s rent. Kesimpulan monopoli boleh, sedangkan monopoly’s rent tidak boleh.

Kemudian, adapun yang masuk dalam kategori ihtikar adalah apabila komponen-komponen berikut terpenuhi yaitu, mengupayakan adakalanya kelangkaan barang baik secara menimbun stock atau mengenakan entry-barries, menjual dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga sebelum munculnya kelangkaan, dan mengambil keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan keuntungan sebelum komponen 1 dan 2 dilakukan.

Sebenarnya tentang monopoly’s rent dengan segala indikatornya, itulah yang disebut dengan praktek monopoli. Biasanya dalam diskursus ekonomi, monopoli melewati sebuah persaingan tidak sehat atau persaingan tidak sempurna.

Mungkin ketika ia menyebut bahwa monopoli dibolehkan dalam islam, yang dimaksudkan adalah monopoli alamiah (natural monopoly). Biasanya perusahaan yang memiliki economies scale tinggi tentu dapat menawarkan harga yang semakin rendah dengan semakin meningkatnya output, sehingga secara otomatis perusahan lain yang tidak mampu menawarkan harga yang sama atau lebih rendah akan kalah dalam bersaing.

Semakin banyak perusahan lain yang kalah bersaing berarti semakin luas pangsa pasar yang dikuasai perusahan ini, akhirnya produksi perusahan semakin banyak dan harga yang ditawarkan juga semakin rendah.

Sepertinya perlu diberi catatan bahwa keburukan yang ditimbulkan oleh monopoli, juga terjadi dalam praktek ihtikar adalah penguasaannya terhadap harga (price maker) sehingga dapat mempengaruhi atau menentukan harga pada tingkat sedemikian rupa sehingga memaksimumkan labanya, tanpa memperhatikan keadaan konsumen. Produsen momopolis dapat mengambil keuntungan diatas normal (normal profit) sehingga merugikan konsumen.

Masalah inilah yang terdapat dalam praktek ihtikar sehingga dilarang rasul. Ihtikar bagaimanapun juga akan menimbulkan pasar tidak sempurna. Ihtikar akan menimbulkan sebuah kekuatan pasar tertentu sehingga ia memiliki kemampuan untuk mengontrol harga dan konsumen dalam suasana terpaksa akan membeli produk ihtikar tersebut karena memang dibutuhkan. ***

(Penulis adalah alumni UMSU jurusan Perbankan syariah, sekarang sedang menjalani kuliah di pascasarjana IAIN SU jurusan Ekonomi Islam. penulis juga aktif dalam forum studi ekonomi islam Ksei IBS UMS)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *