Dilema Pengusaha: Krisis Energi, BPJS Kesehatan hingga BPJS Ketenagakerjaan

Pengurus Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Sumut mengadakan silaturahmi sekaligus buka bersama dengan Serikat Pekerja / Serikat Buruh (SP/SB) dan insan media, Sabtu (4/7/2015), di Istana Koki Medan.

Silaturahmi dalam momentum bulan suci Ramadhan ini dihadiri Ketua APINDO Sumut yang juga Anggota DPD RI Parlindungan Purba, Sekretaris APINDO Laksamana Adiyaksa, serta Pengurus APINDO diantaranya Ng Pin Pin, Johan Brien, Ade Putra Pandana Nasution, Nagian Toni dan para Ketua SP/SB di Medan maupun Sumut.

Bacaan Lainnya

Dalam pertemuan hangat itu, terungkap berbagai persoalan yang kini menjadi dilema bagi pelaku usaha dan juga berimbas pada pekerja/buruh di tanah air. Seperti krisis energi gas, krisis listrik, BPJS Kesehatan dan yang terhangat muncul persoalan dari BPJS Ketenagakerjaan terkait pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) jadi 10 tahun.

Menurut Sekretaris APINDO Sumut, persoalan-persoalan ini sangat membebani pelaku usaha khususnya di Sumatera Utara. Polemik ini merugikan pengusaha yang berinvestasi di Sumut. Di pemerintahan Jokowi – JK menuntut pelaku usaha membayar pajak. “Di pemerintahan Jokowi – JK ini, pengusaha dibebani membayar pajak. Sekitar 40% pengusaha harus membayar pajak ke pemerintah. Pajak yang dibebani itu termasuk didalamnya BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan untuk pekerja/karyawan perusahaan. Tapi, mana jaminan dari pemerintah bagi pengusaha untuk berinvestasi,” ujarnya.

Laks, panggilan akrabnya mengkritisi BPJS Ketenagakerjaan. “Pola pikir yang dilakukan Pimpinan BPJS Ketenagakerjaan salah, yang beranggapan bahwa pekerja/buruh harus tetap berkerja sampai usia 56 tahun. Seharusnya pemerintah harus berpikir bagaimana membuat dan mendorong banyak pekerja/buruh mengambil JHT untuk dijadikan modal usaha. Sehingga di negara ini akan banyak muncul para entrepeneur usaha dimulai dari kecil untuk menggerakan roda ekonomi dan ikut menciptakan lapangan kerja baru,” ujarnya.

Jadi, jangan nantinya pemerintah hanya melakukan revisi justru hanya mengizinkan pekerja yang di-PHK yang boleh ambil JHT. Yang mengundurkan diri untuk mulai berusaha sendiri itu yang harus didukung dan diapresiasi. “Sebenarnya perlu ada kejujuran dari pemerintah dan BPJS ketenagakerjaan, apa yang menjadi dasar pemikiran dikeluarkannya ketentuan yang tidak populer ini?” cetus Dosen Fakultas Hukum HKBP Nomensen ini.

Jangan-jangan ada masalah cash flow dalam BPJS, sentil Laks, sehingga ada kekhawatiran kalau semua pekerja/buruh yang sudah menjadi peserta 5 tahun melakukan pencairan. “Maka BPJS bisa default atau gagal bayar. BPJS tolong umumkan ke publik kondisi cash flow dan laporan keuangannya, agar pekerja/buruh dan pengusaha percaya kalau uang hasil keringatnya aman. Terlebih-lebih dengan adanya tambahan baru program pensiun yang juga akan disetor dan dikelola BPJS Ketenagakerjaan,” katanya seraya menambahkan, APINDO Sumut mengambil sikap menolak BPJS Ketenagakerjaan merevisi kebijakan pencairan JHT jadi 10 tahun.

Sementara, Parlindungan Purba selaku Anggota DPD RI mengaku telah menyampaikan keluhan pelaku usaha di Sumut ke pemerintahan Jokowi – JK. “Sebagai wakil rakyat akan mengawal kebijakan pemerintah Jokowi – JK agar dapat menciptakan kestabilan perekonomian yang lebih baik lagi,” ujarnya. (ucup/B)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *