APIGAS: Harga Gas Sumut Termahal di Dunia

ASOSIASI Perusahaan Pemakai Gas (APIGAS) menilai, harga gas yang dipatokan PT Perusahaan Gas Negara (PGN) sebesar USD 14 per MMBTU terhitung Agustus 2015 adalah harga gas tertinggi di dunia.

Bacaan Lainnya

“Pehitungan harga tersebut sangat tidak masuk diakal. Di mana harga di Sumut, jauh di atas harga di Jawa Barat yang masih 9 dolar AS per MMBTU, Batam sebesar 6 dolar AS dan bahkan di Jawa Timur 6,5 dolar AS. Di Malaysia sendiri harga gas juga jauh lebih murah atau hanya 3,58 dolar AS dan Singapura 3,87 dolar AS,” kata Ketua APIGAS Sumut, Johan Brien, Senin (5/10/2015).

Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Sumut ini mengaku telah melaporkan meroketnya harga gas di Sumut ke PT PGN bahkan hingga melayangkan surat ke Presiden dan Wakil Presiden, untuk meminta penetapan harga gas yang sepantasnya.

Diakui Johan Brien, sebelum melangitnya di level USD 14/MMBTU, harga gas sebesar USD 8.7/MMBTU. “Kenaikan yang luar biasa ini hanya terjadi di Sumut, sementara di daerah lain tidak demikian. Kondisi ini telah menyebabkan pasang surutnya industri pemakai gas di Sumut. Bahkan, kalau ini berkepanjangan maka akan banyak perusahaan yang gulung tikar dan berimbas pada PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) secara besar-besaran,” ungkap JOhan Brien yang juga menjabat Wakil Ketua KADIN (Kamar Dagang Industri) Sumut.

Pria bertubuh tambun ini menambahkan, di Sumut ada sekitar 50 industi pemakai gas. “Rata-rata telah mengeluhkan tingginya harga gas sebesar USD 14 per MMBTU. Bahkan ada salah satu perusahaan yang telah tutup tak beroperasional dan terpaksa merumahkan pekerjanya,” ucap Johan Brien.

Johan menilai, penyebab melangitnya harga gas saat ini salah satu aktornya adalah menjamurnya para trader (pedagang) yang dengan sesuka hati memonopoli gas. “Paska pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 19/2009 tentang Kegiatan Usaha Gas Melalui Pipa, trader gas bermunculan. Para trader gas ini, memanfaatkan pipa open access di ruas transmisi dan atau jaringan wilayah distribusi tertentu,” cetusnya.

Menurutnya, trader gas yang muncul hanya sekadar menjadi broker, setelah mendapatkan surat izin niaga gas dari pemerintah, mereka (trader) mulai mendulang duit dari hasil menjual gas ke industri melalui pipa open access.

Johan mengimbau, agar pemerintah menghentikan mekanisme pemberian alokasi gas kepada trader gas yang tidak berkomitmen membangun infrastruktur pipa. Dengan demikian, permainan para trader gas dapat dihentikan dan memutus panjangnya mata rantai distribusi gas konsumen industri.

“Paling enggak pemerintah memutus mata rantai trader-trader gas ini, sehingga diharapkan harga gas bisa murah,” papar Johan.

Johan Brien mengaku hari ini melakukan pertemuan dengan pihak PT PGN SBU III. “Kami berjumpa Sabar Manurung sebagai Head Regional dan Manager Distribusi Syaiful untuk mencari solusi soal harga gas di Sumut. Namun, dari pertemuan tersebut belum memperoleh win-win solution untuk mengatasinya persoalan harga gas tersebut,” ungkapnya.

APIGAS berharap, polemik harga gas ini menjadi perhatian pemerintah daerah dan para legislator. “Dalam diskusi bersama PGN, kami minta semua pihak didudukan, mulai dari Gubernur, DPRD Sumut, PT Pertamina, PT PGN, APINDO, KADIN, APIGAS Serta perwakilan Serikat Pekerja/Serikat Buruh untuk mencari jalan keluar dan memutuskan persoalan harga gas ini,” papar Johan Brien.

Kalau polemik ini bekepanjangan, bisa-bisa image pemerintah daerah untuk menggaet industri luar berinvestasi di Sumut akan sirna. “Kita akan menghadapi MEA, jika ini tak segera diatasi bagaimana mungkin investor mau datang ke Sumut,” cetusnya.

Ketua Aliansi Pekerja/Buruh Perusahaan Pemakai Gas, Nelson Manalu mengaku, dalam hal harga gas nampaknya Sumut dianaktirikan. Beberapa hari lalu kita telah mengaspirasikan ini kepada pemerintah dan PT PGN dengan mengerahkan ribuan pekerja/buruh yang terancam kena PHK, di mana perusahaan tempatnya mencari nafkah terancam gulung tikar akibat tak beroperasional akibat melambungnya harga gas.

Seperti perusahaan Ecogreen, kini tak lagi beroperasional sejak Januari 2015. Puluhan pekerja telah dirumahkan. “Kondisi ini juga dialami oleh industri pemakai gas lainnya. Namun masih beroperasi dengan pengaturan waktu operasional. Tapi, kabarnya mau tak mau akan tutup dan berimbas pada PHK massal. Ini tak dapat dibiarkan,” ujarnya.

Jika dalam waktu dekat ini tak ada win-win solution dari pemerintah mengatasi kenaikan harga gas di Sumut, Aliansi Pekerja/Buruh Perusahaan Pemakai Gas akan mengerahkan puluhan ribu pekerja/buruh dengan turun ke jalan melakukan aksi besar-besaran.

“Kita telah berkoordinasi dengan Serikat Pekerja/Serikat Buruh di Jakarta (Pusat) untuk memperjuangkan nasib pekerja di Sumut. Kita masih menunggu putusan dari pemerintah. Jika tak ada respon, maka aksi besar-besaran bakal terjadi,” ucap Nelson Manalu. (OB1)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *