Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan Perlu Kerjasama Berbagai Pihak

Para perantau asal Toba mengeringkan dan menggiling buah andaliman yang mirip buah merica menjadi tepung sebagai oleh-oleh yang khas. Selain ada pohon-pohonan, juga ada sampuran (air terjun alam pegunungan). Dan berkat kerja keras dan ketekunan, maka TE-100 berkembang menjadi salah satu obyek wisata alam bagi para pelancong Danau Toba.

Bacaan Lainnya

Mengelola hutan, menurut penerima penghargaan Kalpataru itu, sangat tidak mudah. Diperlukan setidaknya dua syarat untuk bisa berhasil, yakni komitmen tinggi dan juga kerjasama. Komitmen meliputi tekad bulat melestarikan hutan yang masih ada, apa pun “harga” yang harus dibayar. Sering, idealisme untuk bersahabat dengan dan melestarikan hutan pada suatu titik melemah bersmaan dengan kelelahan atau berbenturan dengan kepentingan lain seperti ekonomi.

“Kadang kita bisa juga kehabisan napas, tetapi tetap menolak uluran tangan teman karena tidak sejalan dengan tujuan pelestarian. Lalu kita disebut ‘gila’ dan hal semacam itu sudah biasa terjadi,” kata Marandus.

Pengelolaan hutan oleh MHA dan terlebih-lebih oleh perseorangan pasti membutuhkan kerjasama dengan pihak lain, pemerintah, swasta, sepanjang tidak mencederai idealisme dan tujuan pelestarian hutan. TE-100 sendiri pernah menjalin kerjasama dengan Dinas Pariwisata Sumatera Utara dan Dinas Pariwisata Tobasamosir.

Kemudian dengan Otorita Asahan, industri peleburan aluminium Inalum dan industri pulp TPL (PT Toba Pulp Lestari) untuk membantu pengadaan bibit. TPL secara khusus membangunkan pembibitan standar dan jugasopo (bangunan) tempat bertemu para pengunjung dan pecinta alam.

Dengan demikiankerjasama berfungsi meningkatkan kapasitas (capacity building) dan pendampingan. Berkat kerjasama itu pula maka TE-100 mampu membagi-bagikan secara cuma-cuma sekitar 20 jenis bibit pohon, termasuk pohon langka, kepada ribuan penerima.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *