Meski kredit perumahan melambat, pelaku pasar saham tetap melihat prospek pertumbuhan pada emiten-emiten sektor properti. Inilah target harga sahamnya hingga akhir tahun.
Reza Priyambada, Kepala Riset Trust Securities mengatakan, jika diamati di lapangan, kinerja fundamental emiten-emiten properti masih terkendala oleh aturan Bank Indonesia (BI) soal Loan to Value (LTV) yang mengharuskan pembeli rumah memiliki Down Payment (DP) yang besar.
“Hanya saja, ternyata tidak semua tipe rumah terdampak negatif oleh aturan tersebut,” katanya.
Karena itu, ada emiten yang memanfaatkan celah tersebut. Yang DP-nya besar adalah rumah di atas 70 m2. Para emiten pengembang pun, coba memasarkan rumah-rumah dengan luas di bawah ketentuan tersebut sehingga masih bisa survive.
Tapi, bagaimanapun, atau BI itu memperlambat pertumbuhan kredit di sektor ini. Tapi, perlu dibedakan penurunan kredit dengan penurunan pertumbuhan kredit.
Penurunan kredit, kredit memang berkurang. Kalau penurunan pertumbuhan kredit, pertumbuhannya yang turun, kreditnya tetap naik.
Jadi, pertumbuhannya yang turun, bukan kreditnya. Kredit perumahan tumbuh, tapi persentase pertumbuhannya lebih rendah dari sebelumnya.
Sementara itu, dari sisi Jokowi Effect, belum terlihat riil atau konkrit di lapangan meskipun dari sisi laju harga saham sudah terpengaruh. Sebab, pasar melihat, dengan adanya program-program dari pemerintahan Jokowi-JK nantinya bisa merealisasikan menambah jumlah rumah. Apalagi, masih ada gap yang lebar antara permintaan rumah dengan ketersediannya.
Alasan itu yang membuat para pengembang memanfaatkan apa yang mereka miliki untuk mengembangkan bisnisnya. PT Agung Podomoro Land (APLN) misalnya, mengembangkan Pantai Utara untuk reklamasi.
Begitu juga dengan emiten pengembang yang lain. Mereka melihat, pada pemerintahan Jokowi-JK, proyek-proyek konstruksi di MP3EI akan digalakan. Terutama, proyek konstruksi jalan tol yang akan menjadi bagian daya jual rumah mereka.
Pengembang akan berebut tanah di sekitar proyek tol yang akan dibangun tersebut. Jadi, properti bukan hanya lokasi, tapi juga akses.
Hingga saat ini, belum ketahuan grup mana yang akan merasakan imbas langsung dari proyek-proyek konstruksi pemerintahan Jokowi-JK—apakah grup Ciputra, Lippo, atau Sinarmas. Sebab, pasar juga belum tahu, proyek konstruksi mana dan apa yang akan diprioritaskan Jokowi-JK.
Dari sisi permintaan, terutama untuk keluarga baru, kredit perumahan di bawah 70 m2 masih besar. Jadi, masih tumbuh tapi melambat tidak secepat sebelum adanya LTV tadi.
Semua itu, berimbas pada pergerakan naik saham-saham di sektor properti. Pasar tetap melihat peningkatan permintaan, kebutuhan terhadap properti. (inl/OB1)