Indonesia ini sedang menghadapi perang boneka (Proxy War) yang tanpa disadari telah melemahkan kedaulatan bangsa dan negara. Untuk itu, generasi muda diharapkan jeli agar keutuhan NKRI tetap berdaulat.
Hal ini ditegaskan Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jendral TNI Gatot Nurmantyo saat memberikan kuliah umum (stadium generalle) yang bertajuk “Peran Pemuda dalam Menghadapi Proxy War” dihadapan ribuan mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU) yang berlangsung di Auditorium USU, Rabu (17/9/2014).
Hadir dalam acara tersebut Wakil Gubernur (Wagub) Sumatera Utara (Sumut), Ir H Tengku Erry Nuradi MSi, Pangdam I/BB Mayjen TNI Istu H, Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Sumut HM Nurdin Lubis, Wakil Rektor I Prof Zulkifli Nasution, Wakil Rektor IV Prof Natasya Sirait serta Wakil Rektor V HM Yusuf Husni SE.
Kasad memaparkan, perang proxy merupakan perang antara dua pihak yang tidak saling berhadapan, namun menggunakan pihak ketiga untuk mengalahkan musuh. Selain itu, perang proxy tidak mudah dikenali secara jelas, siapa kawan dan siapa lawan karena musuh mengendalikan actor non state.
Sebagai pemuda generasi penerus bangsa, mahasiswa harus bisa membaca keadaan dengan pikiran dan nurani. Pemuda adalah garda terdepan agar perang proxy yang dewasa ini terjadi dapat ditangkal.
“Indikasi adanya proxy war di Indonesia di antaranya gerakan separatis, demonstrasi massa dan bentrok antar kelompok,” ujar Kasad.
Kasad menambahkan, pada masa yang akan datang, di mana energi fosil pada tahun 2043 akan habis dan digantikan dengan bio energi, sasaran konflik akan mengarah pada lokasi sumber pangan yang sekaligus merupakan sumber energi.
“Indonesia sebagai salah satu negara ekuator yang memiliki potensi vegetasi sepanjang tahun akan menjadi arena persaingan kepentingan nasional berbagai negara. Untuk itu, diperlukan langkah antisipasi dan persiapan yang matang agar bangsa Indonesia mampu menjamin tetap tegaknya keutuhan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945,” sebut Kasad.
Kasad juga menegaskan, bertambah pesatnya populasi penduduk dunia yang tidak diimbangi dengan ketersediaan pangan, air bersih dan energi akan menjadi pemicu munculnya konflik-konflik baru.
Dengan adanya tuntutan kepentingan kelompok telah menciptakan perang-perang jenis baru diantaranya perang asimetris, perang hibrida dan perang proxy sehingga kemungkinan terjadinya perang konvensional antar dua negara dewasa ini semakin kecil.
Pemuda sebagai tulang punggung bangsa harus menyadari bermacam tantangan dan ancaman bangsa tersebut untuk kemudian bersatu padu dan bersinergi menjaga keselamatan bangsa dan negara.
Sejumlah aksi yang dapat dilakukan oleh mahasiswa untuk menangkal proxy war diantaranya dengan selalu mengidentifikasi dan mengenali masalah, ahli dalam bidang disiplin ilmu masing-masing, melakukan gerakan pemuda berbasis wirausaha, dan mengadakan komunitas belajar serta merintis program pembangunan karakter.
“Intinya yang terbaik adalah back to basic, mengerti bahwa cinta dan peduli akan kepentingan negara harus menjadi kepentingan tertinggi di atas kepentingan lainnya. Sebagai mahasiswa, berpikirlah dengan baik, pergunakan media sosial dengan bijak. Jangan sampai Anda justru jadi korban proxy war,” sebut Kasad. (OB1)