Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas menilai, selama ini banyak kebijakan pemerintah daerah yang direalisasikan tidak transparan dan nyaris tidak menyentuh kepada kepentingan rakyat secara luas.
“Kebijakan yang tidak transparan ini masuk kategori korupsi,” tegasnya dihadapan 100 anggota DPRD Sumut yang menghadiri sosialisasi program KPK seputar transparansi anggaran di Gedung DPRD Sumut Jalan Imam Bonjol Medan, kemarin.
Busyro menjelaskan, kebijakan yang tidak transparan itu, dapat dilihat antara lain dari pembuatan Perda yang tidak efektif bagi rakyat dan sektor dunia usaha. Sehingga berpotensi menimbulkan konflik di tengah masyarakat.
Selain itu, lanjutnya ada pula kebijakan pemerintah daerah yang tidak dilindungi oleh payung hukum seperti Perda.
Busyro mencontohkan, menjamurnya sekolah-sekolah internasional, perusahaan-perusahaan makanan siap saji (francise), rumah sakit- rumah sakit milik investor asing, hotel-hotel dan perusaan retail asing.
“Keberadaan perusahaan-perusahaan asal luar negeri tersebut menjadi pemicu munculnya sifat konsumtif di tengah masyarakat sekarang ini,” ujarnya pada rapat paripurna yang dipimpin Ketua DPRD Sumut sementara Ajib Shah.
Busyro juga menyoroti kebijakan dan Perda mengenai tataruang yang penerapannya banyak berseberangan dengan aturan perundang-undangan yang berlaku seperti dalam penerapan tata ruang di sejumlah kabupaten/kota yang tidak mengakomodir aspirasi dan kepentingan masyarakat.
Seharusnya, kata Busyro hak dan kepentingan masyarakat dalam pembangunan harus diakomodir dan dilindungi, sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945.
Terkait dengan kebijakan dan peraturan yang tidak pro rakyat tersebut, kata dia, KPK hingga saat ini kerap menerima pengaduan dan laporan dari masyarakat yang merasa dirugikan dari sejumlah provinsi. “Hingga saat ini, ada 6000 lebih pengaduan masyarakat yang masuk ke KPK dari Aceh hingga Papua,” tambahnya. (OB1)