Kalangan DPRD Sumut menilai, turunnya DIPA (Daftar Isian Penggunaan Anggaran) TA 2015 sebesar Rp2,3 triliun dari APBN ke Sumut, bukti lemahnya Pemprov Sumut membangun komunikasi dengan DPR-RI dan DPD-RI asal Sumut, sehingga mengakibatkan tidak maksimalnya anggaran dikucurkan untuk peningkatan pembangunan di daerah ini.
Hal itu ditegaskan Wakil Ketua Komisi C DPRD Sumut Drs H Yulizar Parlagutan Lubis, MM dan Ketua Komisi D H Mustofawiyah Sitompul, SE kepada wartawan, Selasa (16/12/2014), di DPRD Sumut menanggapi jumlah perolehan DIPA TA 2015 hanya sebesar Rp46,45 triliun, terjadi penurunan sebesar Rp2,3 triliun, dari DIPA TA 2014 yang nilainya mencapai Rp48,713 triliun.
“Itu kelemahan Pemprov Sumut membangun komunikasi dengan anggota DPR-RI dan DPD-RI asal Sumut maupun anggota DPR-RI “berdarah” Sumut, sehingga terjadi penurunan yang sangat signifikan,” ujar Yulizar sembari menyebutkan kekecewaanya terhadap Pempropsu yang tidak maksimal melakukan komunikasi dengan para anggota legislatif di Senayan.
Ditegaskan politisi PPP (Partai Persatuan Pembangunan) ini, Pempropsu dalam membangun Sumut ini harus trasparan dan terbuka kepada anggota DPR-RI dan harus gencar melakukan loby-loby politik untuk “menjolok” anggaran dari APBN.
Jika, Pemprovsu menganggap loby politik sebagai tugas DPR-RI, tentunya daerah ini tidak akan bisa merebut “kue” pembangunan yang lebih besar.
“Pemprovsu harusnya melakukan pertemuan khusus dengan seluruh anggota DPR-RI yang berasal dari Sumut pada masa kegiatan Reses ini. Sampaikan apa keluhan dan kekurangan dalam membangun daerah ini, untuk sama-sama diperjuangan. Yang menjadi pertanyaan sekarang, pernah tidak kalian lihat Gubsu melakukan pertemuan dengan anggota DPR-RI dan DPD-RI secara khusus membahas masalah ini,” tanya Yulizar.
Berkaitan dengan itu, anggota dewan yang berasal dari Dapil Medan I ini mengungkapkan kekecewaannya atas turunnya DIPA 2015 ke Sumut, akibat lemahnya komunikasi Pempropsu dengan DPR-RI. “Sangat disesalkan, kenapa bisa DIPA turunnya begitu besar, padahal APBN sudah naik secara signifikan,” tandasnya.
Yulizar tidak membantah, pemerintahan Jokowi-JK mengurangi anggaran DIPA untuk seluruh propinsi, karena lebih difokuskan untuk membangun infrastruktur, pertanian maupun maritim. Jika dilihat dari 3 kategori yang dibuat pemerintaha Jokowi tersebut, tentunya Sumut memperoleh porsi yang lebih besar lagi, karena dari ketiga tersebut, Sumut memiliki infrastruktur jalan terpanjang, pertanian yang luas dan maritim yang berbatasan dengan negara tetangga.
“Jika dilihat dari kriteria ini, Sumut seharusnya memiliki DIPA terbesar dari propinsi lain. Tapi faktanya, kita berkurang dengan jumlah yang sangat signifikan. Kalau pemerintahan kita tetap lemah dalam meloby, jangan mimpi pembangunan Sumut akan terjadi peningkatan, apalagi APBD Sumut tiap tahunnya tetap membebani utang-utang ke Kabupaten/Kota. Dengan apa kita membangun Sumut, kalau anggaran kita hanya untuk membayar BDB (bantuan daerah bawahan) maupun DBH (dana bagi hasil),” ujarnya.
Sementara itu, Mustofawiyah malah menyatakan kelemahan anggota DPR-RI atas terjadinya penurunan DIPA 2015, karena legislatif asal Sumut itu terkesan tidak mengawal maupun membangun kerja-sama dengan Bappenas (Badan Perencanan Pembangunan Nasional) maupun Kementerian Keuangan untuk menjolok anggaran yang lebih besar.
“Kita memang kurang paham apa dasar perhitungan terhadap DIPA ini. Jika system proporsional, mengapa terjadi penurunan, padahal penduduk terus meningkat. Apa parameter yang dipakai pemerintah pusat, harus transaparan dan sangat aneh, APBN meningkat secara tajam mencapai Rp2000 triliun, kenapa DIPA menurun. Kita patut curiga, ada apa ini,” ujar Mustofa.
Dalam kesempatan itu, politisi Partai Demokrat Sumut ini bahkan menyoroti spesifik tentang bantuan desa yang besarannya berbeda dengan daerah Pulau Jawa. Jumlah bantuan desa di Sumut hanya Rp72 juta lebih/desa. Sedangkan di Pulau Jawa mencapai Rp200 juta lebih/desa.
Seharusnya Sumut lebih besar, ketimbang Pulau Jawa, sebab desa-desa di daerah ini masih jauh tertinggal, dibanding dengan desa di Pulau Jawa. (ucup/B)