Budaya malu diyakini mampu mengatasi korupsi yang semakin merebak di tanah air. Apalagi, bila budaya malu ini diterapkan dalam kehidupan sehari-hari didalam setiap keluarga.
Demikian dikatakan Pengamat Hukum Senior Jakarta, DR Putra Kaban SH MH kepada wartawan. Menurutnya, budaya malu yang diterapkan di dalam keluarga tersebut merupakan obat paling ampuh untuk mengatasi munculnya kembali oknum-oknum pejabat negara melakukan tindak pidana korupsi.
Secara pribadi, Kaban mengaku sangat mendukung pernyataan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mengatakan, peran serta keluarga sangat penting dalam pemberantasan korupsi.
Sebab, menurutnya, hal tersebut memang benar, sebab keluarga merupakan tempat awal pembentukan karakter manusia sebelum beradaptasi di luar rumah.
Di negara lain, seperti Cina, Jepang, Malaysia dan Singapura, jelasnya, budaya malu ini sudah berhasil diterapkan, sehingga dapat menekan angka korupsi di negara dimaksud. Maka tak heran bila di negara-negara tersebut rakyatnya hidup makmur.
“Jadi kita juga harus menerapkan budaya malu itu di Indonesia, seperti negara-negara lain yang telah berhasil menerapkannya. Sehingga negara kita Indonesia tercinta ini tidak lagi dicap sebagai negara terkorup di Asia Tenggara,” papar Putra Kaban.
Peran keluarga, ulangnya lagi, memang merupakan salah satu cara mengatasi munculnya pelaku korupsi dan gratifikasi. Peran keluarga sangat besar dan peran keluarga juga sangat dibutuhkan karena merupakan filter utama pembentukan karakter manusia.
Apalagi sekarang ini tercatat ada sekitar 300 an pejabat negara yang tersangkut tindak pidana korupsi dan gratifiasi. Itulah sebabnya dibutuhkan segera perubahan-perubahan dan cara untuk mengatasi banyaknya kejahatan-kejahatan kourpsi itu.
Peran keluarga yang dimaksud antara lain, mengontrol pendapatan dari hasil kerja saudaranya, anaknya, ataupun orang tua, suami dan istrinya yang bekerja. Bisa juga ditambah dengan memperkuat keyakinan agama di tengah-tengah keluarga sehingga dapat mempertebal iman dalam menghadapi godaan melakukan tindak pidana korupsi.
Hal ini juga sesuai dengan motto pemerintahan Jokowi-JK agar seluruh rakyat Indonesia melakukan perubahan mental dan karekter menjadi lebih baik. Disusul dengan arahan KPK agar menjadikan jabatan itu sebagai amanah, bukan lahan untuk mencari kekayaan.
“Marilah kita hindari budaya suap menyuap dan ‘uang pelicin’ dalam segala urusan. Mulailah memperbaiki mental yang dimulai dari kehidupan berkeluarga serta memperkuat keimanan melalui agama masing-masing,” ajak Putra Kaban. (OB1)