Catatan: Umi Kalsum
Kehadiran MEA 2015 bukanlah menjadi sebuah ancaman melainkan menjadi sebuah peluang bagi perbankan syariah.
Seperti yang telah kita ketahui bersama kehadiran perbankan syariah yang menja di pesaing perbankan konvensional kini semakin exis dalam perkembangannya. Sejak awal berdirinya di tahun 1992 hingga saat ini selalu menunjukkan existensinya yang begitu positif.
Dengan memperlihatkan kemampuan kinerjanya dan pengenalan produk – produknya yang sudah tidak asing lagi di masyarakat. Terhitung belum terlalu lama dalam keexisan pertumbuhannya, perbankan syariah kembali dihadapkan pada situasi dimana perbankan syariah dituntun untuk mampu bersaing dengan negara-negara yang berada di ASEAN.
Menjelang era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang tinggal menghitung hari dan diperkirakan mulai 1 Januari 2015 yang akan diterapkan di Indonesia. Semua sektor yang akan berperan sebagai pemain dalam kebebasan pasar ASEAN, tak terkecuali lembaga keuangan juga harus benar-benar siap dalam menghadapi MEA ditahun 2015 mendatang.
Bisa dibayangkan, jika seandainya perbankan syariah di Indonesia tidak benar-benar mempersiapkan dirinya maka mau tidak mau perbankansyariah Indonesia akan sangat mudah disaingi oleh pesaing-pesaingnya yang akan datang pada pasar bebas kawasan ASEAN.
Hal ini akan sangat mempengaruhi perkembangan perbankan syariah Indonesia di era MEA yang akan datang. Mungkin hal ini akan menjadi sebuah pertanyaan bagi sebagian masyarakat awam yang kurang tanggap akan situasi dan kondisi di suatu negara.
Mengapa kehadiran MEA 2015 akan sangat mempengaruhi perkembangan lembaga keuangan syariah, khususnya perbankan syariah? Tentu, kehadiran MEA 2015 sangat mempengaruhi lembaga keuangan. Sebab kehadiran MEA 2015 akan membuka pasar-pasar baru dalam setiap kegiatannya tak terkecuali pada kegiatan di lembaga keuangan, persaingan yang akan dihadapi oleh lembaga keuangan ini menjadi semakin ketat.
Tidak hanya persaingan yang timbul dari dalam negeri semata, tetapi persaingan dari luar negeri juga akan menjadi ancaman yang begitu besar bagi lembaga keuangan Indonesia khususnya perbankan syariah yang berada di Indonesia.
Namun jika dikaji secara positif, kehadiran MEA 2015 bukanlah menjadi sebuah ancaman melainkan menjadi sebuah peluang bagi perbankan syariah untuk tetap optimis dalam perkembangannya dengan selalu memandang setiap kendala yang akan timbulakan dapat terselesaikan dengan baik. Tentunya ini bukan lah hal yang mudah, sebab untuk bersaing di tingkat ASEAN benar-benar membutuhkan persiapan yang sungguh-sungguh.
Sekalipun pemberlakuan perdagangan bebas dikawasan ASEAN ini dinilai mampu membawa dampak positif bagi perbankan syariah Indonesia, namun tak dapat dipungkiri bahwa akan ada kendala-kendala yang akan dihadapi oleh perbankan syariah, terlebih perbankan syariah Indonesia merupakan pendatang baru jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga lainnya. Secara garis besar jika kita mampu mengamatinya ada tigahal yang akan menjadi kendala bagi perbankan syariah.
Kendala pertama bisa dilihat dari pasar. Pasar perbankan syariah yang masih tergolong kecil dibandingkan dengan perbankan konvensional akan menjadi satu kendala yang harus benar-benar diperhatikan.
Kendala kedua bisa muncul dari pengenalan produk-produk yang ditawarkan oleh perbankan syariah. Banyak masyarakat yang beranggapan bahwa produk-produk yang ditawarkan oleh perbankan syariah sama dengan produk yang ditawarkan oleh perbankan konvensional.
Anggapan ini menjadi satu pemikiran yang negative dikalangan masyarakat, bahkan tak jarang masyarakat beranggapan keberadaan perbankan syariah yang tidak lain adalah perbankan konvensional yang hanya dirubah kemasannya yang berlebelekan syariah.
Kendala ketiga, menyangkut suberdaya manusia (SDM). SDM merupakan asset terpenting bagi suatu negara. Minimnya SDM yang berkualitas khususnya bagi perbankan syariah menjadi satu kendala yang sepenuhnya belum mampu teratasi. Masa depan perbankan syariah akan sangat bergantung pada SDM yang dimilikinya.
Namun untuk mengatasi kendala-kendala yang mungkin akan dialami ada beberapas olusi yang mungkin bisa dijadikan pertimbangan bagi perbankan syariah, dalam rangka memperluas pasarnya, perbankan syariah harus memperkuat permodalan dan melakukan konversi BUMN untuk menjadi bank syariah, dalam memperkenalkan produk-produknya kepada masyarakat, BI telah memberikan regulasi kepada bank syariah untuk meluncurkan produk baru dan dilarang bagi lembaga keuangan yang lainnya untuk meniru produk yang akan diterbitkan, hal ini tentunya akan sangat membantu perbankan syariah dalam pengenalan produk-produknya. dan untuk mengatasi minimnya SDM yang berkualitas harus ada campur tangan antara pemerintahan dan lembaga pendidikan untuk menempa SDM yang kreatif dan inovatif, sementara bagi para bankir yang telah berkecimpung dalam dunia perbankan, pihak yang bersangkutan bisa memberikan pendidikan dan pelatihan-pelatihan kepada para bankir.
Dengan ide-ide yang kreatif dan inovatif serta pengetahuan yang memadai, perbankan syariah akan sangat optimal untuk menjadi pemain di kawasan pasar bebas ASEAN tak akan diragukan lagi. Akan tetapi perlu disadari bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas perbankan syariah di Indonesia, tidak hanya menjadi tanggung jawab bagi pemerintah dan lembaga pendidikan semata, tetapi juga menjadi tanggung jawab bersama baik itu dari pihak praktisi, akademisi, para ulama juga masyarakat yang memiliki peransangat penting dalam mempersatukan kembali pandangan negative terhadap perbankan syariah yang timbul dari sebagian masyarakat. ***
(Penulis adalah mahasiswa UMSU jurusan perbankan syariah dan sekertasi kelompok studi ekonomi islam (KSEI IBS UMSU)