Bisnis Menurut Islam

Catatan: M Sholah Syahputra Sirait

Maraknya praktek bisnis yang merugikan konsumen di Indonesia seperti penggunaan boraks pada bakso,pewarna pakaian pada makanan, penggunaan ayam tiren untuk diolah kembali menjadi makanan siap saji, aksi tipu dan suap pada mitra bisnis dan pencampuran kualitas produk baik dengan yang buruk untuk mengelabui konsumen, membuat kita bertanya apa yang salah dengan bisnis di masyarakat?

Bacaan Lainnya

Para pebisnis seakan-akan tidak peduli dengan dampak negative yang akan dirasakan konsumen, mereka hanya mementingkan keuntungan sebanyak-banyaknya dengan modal sedikit-dikitnya.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa para pebisnis telah kehilangan etika ataupun akhlak dalam berbisnis, mereka berpendapat bahwa bisnis hanya berbicara keuntungan (margin) tanpa memikirkan manfaat (benefit) bagi konsumen, padahal pengertian bisnis cukup luas. Sebelum kita mengkaji bisnis lebih dalam, tentu kita bertanya apa sih bisnis itu?

Kata bisnis dalam Al Qur’an biasanya menggunakan kata al-tijarah yang memeliki makna berdagang atau berniaga, dalam penggunaan kata tijarah pada ayat-ayat Al Qur’an terdapat dua pemahaman. Pertama,dipahami dengan perdagangan yaitu pada surah Al Baqarah ayat 282.

Kedua, dipahami dengan peniagaan dalam pengertian umum. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa bisnis pada hakikatnya tidak hanya bersifat material dan hanya mencari keuntungan semata tapi lebih pada jangka panjang yaitu untuk mencari keridhaan Allah swt.

Untuk mencapai keridhaan Allah tentu kita tidak bisa menggunakan jalan yang batil seperti menipu konsumen, dan menghalalkan seluruh cara untuk mencapai keuntungan. Tentu Allah telah memberi petunjuk kepada kita bagimana cara bebisnis yang mencapai keridhaan Allah sesuai dengan firman-Nya surah An nisa ayat 29 yang artinya “wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasarsuka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh Allah maha penyayang padamu”.

Suksesnya suatu bisnis, tidak hanya didukung oleh modal besar, manajemen dan kegigihan kerja saja. Namun disana ada unsur-unsur moral dan spritual yang sangat berperan penting. Karena bisnis adalah interaksi antara dua pihak yang tidak saling mengenal, akan tetapi sepakat untuk melakukan transaksi bersama. Sehingga nilai-nilai moral yang terjadi dalam proses ini sangat besar, karena berujung kepada kesepakatan bisnis.

Rasulullah SAW menjadi sosok yang tepat untuk diambil ketauladanannya dalam berbisnis. Beliau merupakan seorang pebisnis yang sukses pada zamannya, rasululah telah mengikuti pamannnya berdagang ke Syiria sejak umur 12 tahun dan lebih dari dua puluh tahun Rasulullah berkiprah dibidang perdagangan sehingga beliau dikenal di Yaman, Syiria, Basrah, Irak, Yordania dan kota-kota dagang lainnya.

Sukses besar yang diperoleh Nabi Muhammad selama menjalankan bisnis, tidak terlepas dari prinsip-prinsip mulia, yang selalu beliau junjung tinggi selama bertransaksi bisnis. Nilai-nilai itu sendiri hingga kini sudah menjadi tauladan bagi setiap pebisnis muslim, yang ingin mendapatkan kesuksesan dan barokah dalam setiap aktifitas bisnisnya. Apa sajakah prinsip yang diterapkan Rasulullah?

Yang pertama adalah jujur. Kejujuran merupakan syarat fundamental dalam berbisnis yang di lakukkan oleh Rasulallah. Beliau pernah melarang para pedagang untuk meletakkan barang Busuk/jelek di dalam dagangannya. dan beliau selalu memberikan barang sesuai dengan seadannya dan terbaik bagi Konsumennya.

Yang kedua baik dan simpatik pada pelanggan (shidq) sifat ini tetntu sangat dihargai oleh konsumen, hal ini akan memberikan kenyamanan dan keamanan bagi konsumen sehingga konsumen bisa menjadi loyal user (pelanggan setia) bagi bisnis kita.

Yang ketiga adil dalam berbisnis, islam melarang umatnya untuk melakukan transaksi yang tidak jelas (gharar) karena bisa mendzalimi salah satu pihak. Oleh karena itu para pebisnis dituntut untuk adil kepada konsumen dengan cara memberikan kejelasan pada produknya.

Yang keempat tidak melakukan sumpah palsu dengan mengatakan bahwa produknya merupakan produk terbaik namun pada kenyataannya tidak sesuai dengan apa yang dikatakan. Hal ini sering dilakukan pebisnis yang tidak jujur sehingga ia hanya untung sekali dan seterusnya akan kehilangan konsumen karena ketidak jujuran pebisnis tersebut.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kekacauan bisnis yang ada pada masyarakat disebabkan hilangnya etika dalam berbisnis yang sesuai dengan ajaran agama islam, dan kurangnya pemahaman bisnis yang hanya sebatas keuntungan saja tanpa memikirkan cara dan etika menjalankannya. Oleh karena itu kita perlu mempelajari lebih dalam bisnis yang sesuai dengan ajaran islam dan meneladani Rasulullah SAW sehingga kita tidak hanya memperoleh keuntungan materi semata melainkan juga memperoleh ridha Allah SWT. ***

(Penulis merupakan mahasiswa UMSU jurusan Perbankan Syariah dan aktif di Ksei IBS UMSU)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *