Deputi III Bidang Pembiayaan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Choirul Djomhuri menilai kehadiran lembaga penjaminan dapat mengurangi kekhawatiran bank dalam menyalurkan kredit. Itu untuk sektor UMKM berisiko tinggi.
“Kehadiran lembaga penjaminan diharapkan dapat menjadi kata kunci bagi bank untuk menghilangkan beban psikologis,” ujar Choirul di Jakarta, Selasa (12/05/2015).
Ia menegaskan, mayoritas pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) selalu dalam kesulitan mengakses permodalan meski kelayakan usaha, namun banyak pelaku UMKM yang tidak dinilai bankable oleh perbankan sehingga sulit memenuhi persyaratan kredit, misalnya faktor agunan.
Sementara itu, Kepala Lembaga Manajemen FE UI Toto Pranoto menjelaskan, “Dengan adanya penjaminan, perbankan menjadi lebih aman dan secure, dan ini juga akan memperbesar akses kredit pelaku UMKM.”
Ia menambahkan, masih kurang optimalnya penyaluran kredit UMKMK dapat dilihat dari rasio penyaluran kredit UMKMK terhadap total kredit yang hanya 18,7 persen. Posisi total outstanding kredit perbankan per 31 Desember 2014 Rp3.779 triliun, sedangkan outstanding kredit UMKMK Rp707 triliun.
Tercatat, data Kementerian Koperasi dan UKM 2014, jumlah pelaku UMKM kluster pertama usaha produktif belum layak dan belum layak kredit (unfeasible dan unbankable) mencapai 35,49 juta unit usaha dan kluster kedua usaha produktif layak tapi belum layak kredit (feasible but unbankable) sebanyak 15,21 juta unit usaha.
Sejauh ini, 19 perusahaan penjaminan yang terdiri dari BUMN, BUMD, dan swasta dalam Asosiasi Perusahaan Penjaminan Indonesia (Asippindo). Perusahaan penjaminan tersebut antara lain Perum Jamkrindo, PT Penjaminan Jamkrindo Syariah, PT PKPI, PT Jamkrida Jatim, PT Jamkrida Bali Mandara, PT Jamrida Jabar, PT Jamkrida Sumsel, PT Jamkrida Babel, PT Jamkrida Sumbar, PT Jamkrida NTB Bersaing, T Jamkrida Riau, PT Jamkrida Kaltim, PT Jamkrida Kalteng, PT Jammkrida Kalsel, PT Jamkrida Banten, PT UAF Jaminan Kredit, PT Jamkrida NTT, PT Jamkrida Papua, dan PT Jamkrida Jateng. (inl/OB1)