Program Diskon Tak Benar dapat Dipidanakan

Catatan: Dr Farid Wajdi SH MHum

Tradisi jelang hari besar keagamaan pelbagai upaya dilakukan para pelaku usaha produk barang dan/atau jasa baik dalam maupun luar negeri untuk meningkatkan jumlah pelanggannya.

Bacaan Lainnya
Direktur LAPK, Dr Farid Wajdi SH MHum.
Direktur LAPK, Dr Farid Wajdi SH MHum.

Salah satunya melalui program diskon. Program diskon semakin marak di tengah kondisi ekonomi yang serba tidak pasti ini, para penjual barang semakin royal dalam memberikan potongan harga (diskon) pada para pembeli.

Masalahnya adalah masih banyak masyarakat yang belum memahami konsep diskon. Mayoritas menganggap, jika sebuah barang telah diberi potongan harga, maka akan lebih murah. Padahal, seringkali pemasar telah menaikkan terlebih dahulu harganya, lalu memberikan diskon.

Para calon pembeli sebaiknya lebih teliti sebelum langsung berbelanja ke toko yang memberikan diskon tinggi. Ketidakmampuan konsumen dalam membedakan harga makanan kemasan yang paling murah antara yang telah didiskon dan yang tidak didiskon mengindikasikan masih banyak konsumen yang terkecoh.

Sebab, jika merujuk pendapat Mark Ellwood penulis buku `Bargain Fever: How to Shop in A Discounted World`, jika Anda melihat tanda diskon 70% di luar toko, jauhi tempat itu dan jangan berbelanja di sana. Menurut Ellwood, potongan harga dalam jumlah besar menunjukan pengelolaan perusahaan yang buruk.

Kemungkinan lain, toko tersebut memasang harga yang lebih tinggi dari jumlah aslinya dan berpura-pura seolah telah memberikan diskon. Faktanya, tanda diskon yang banyak dipasang di toko hanya untuk menarik konsumen semata.

Oleh itu, hal demikian merupakan tanda peringatan besar dan para konsumen sebaiknya tidak mempercayai toko-toko semacam itu. Masih menurut Ellwood, potongan harga normal berkisar antara 30%-50%. Toko yang memberikan potongan harga sejumlah itu menunjukkan kondisi penjualan yang sehat.

Kajian Dr Megawati Simanjuntak SP MSi, staf pengajar Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia IPB, menunjukkan konsumen membeli susu dengan ukuran dan merk yang sama. Susu tersebut dijual di toko A dan B. Susu di toko A dijual dengan harga Rp23.000 dengan diskon 10 persen, sedangkan di toko B dijual dengan harga Rp20.000.

Dari kasus tersebut ternyata sebanyak 30 persen, konsumen memilih harga susu yang 10 persen lebih murah dibandingkan susu yang tidak didiskon. Ada 11,6 persen konsumen menyatakan sesungguhnya tidak mengetahui susu mana yang harganya lebih murah?

Sebenarnya ketentuan yang berkaitan dengan cara diskon pada barang dagangannya ini diatur dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen berbunyi: Pelaku usaha dilarang menawarkan, memproduksikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu.

Adapun sanksi menurut Pasal 9 UU Perlindungan Konsumen yaitu dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar sebagaimana antara lain disebut dalam Pasal 62 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen.

UU tersebut sekaligus bertujuan agar diskon tidak menjadi alat menipu konsumen. Sebab, secara psikologis konsumen sangat tergiur dengan promosi diskon.

Jadi, jika memang penjual menawarkan barang dan/atau jasa dengan memiliki potongan harga namun secara tidak benar (diskon itu tidak benar-benar ada), ia dapat dipidana sesuai UU Perlindungan Konsumen. Tetapi hal terpenting adalah konsumen harus lebih hati-hati atau cermat saat memilih diskon saat belanja. ***

(Direktur Lembga Advokasi & Perlindungan Konsumen – LAPK)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *