Ketua Apkasindo (Assosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia) Sumut, A Rianto Gunari BSc berharap kepada Presiden Jokowi, agar membuka hati untuk menyelesaikan persoalan Register 40 Kabupaten Palas (Padang Lawas) dan Paluta (Padang Lawas Utara) yang melibatkan 47 perusahaan dengan ‘win win solution’, demi kenyamanan berinvestasi sekaligus menghindari keresahan masyarakat yang bermukin dikawasan itu.
“Persoalan register 40 sudah puluhan tahun tidak selesai-selesai. Bahkan dinilai tidak satu pun institusi pemerintah memberikan solusi terbaiknya. Hal inilah menimbulkan keprihatinan bagi para pengusaha dan kelangsungan hidup perekonomian masyarakat yang berada di kawasan itu, sehingga besar harapan kita agar persoalan ini menjadi perhatian Presiden,” ujar A Rianto Gunari kepada wartawan, Senin (13/7/2015), di Medan.
Rianto bahkan menyoroti tentang proses penetapan kawasan hutan di kawasan Register 40, karena untuk menentukan sebuah kawasan hutan sesuai Undang-Undang Kehutanan harus melalui empat tahapan.
Pertama, harus ada penunjukan, lalu peñata batasan, pemetaan dan penetapan. “Setelah empat proses itu selesai dilaksanakan, barulah dilakukan pengukuhan. Pertanyaannya, apakah proses ini sudah dilakukan oleh pihak kehutanan di kawasan register 40 itu?” kata Rinto.
Dijelaskannya, jika eksekusi lahan yang menjadi pilihan pemerintah, Rinto khawatir ada puluhan ribu rakyat yang akan menjadi pengangguran. “Padahal, sawit itu sudah benar-benar menjadi berkah bagi rakyat dan bangsa ini, sesuai kondisi alam yang benar-benar cocok,” kata Rinto yang juga Ketua LSM FORMAPP (Forum Masyarakat Peduli Pembangunan).
Sementara itu, Ketua Pusat Monitoring Politik dan Hukum Indonesia (PMPHI) Drs Gandi Parapat, melihat pentingnya campur tangan presiden secara langsung untuk menyelesaikan persoalan ini. Terlebih mencari penyelesaian “win-win solution” sehingga tidak ada pihak-pihak yang merasa dimenangkan dan dikalahkan.
Kedatangan tim dari Jakarta, seperti Menteri Kehutanan, Menkopolhukam serta lainnya, menurut Gandi, tidak menunjukkan “win-win solution”. Justeru yang terjadi saat ini, timbulnya kegelisahan warga Negara dan kegelisahan semua pihak.
“Masyarakat, pengusaha dan pemerintah daerah menjadi pusing dengan masalah register ini. Seakan-akan ada pihak yang punya maksud tersendiri dengan membawa kepentingan pribadi dan kelompok serta bukan mengutamakan kepentingan masyarakat banyak dalam menyelesaikan masalah ini,” kata Gandi.
Padahal, menurut Gandi, ada kesejahteraan yang lagi terbangun dengan baik di kawasan itu. Dari penulusurannya, banyak masyarakat telah memiliki sertifikat hak milik dan surat keterangan tanah. Dahulu, kata Gandi, sebahagian besar desa-desa di kawasan itu disebut desa tertinggal.
Sekarang, dengan berkembangnya pengelolaan kebun kelapa sawit, baik secara perorangan dan kelompok serta coorporasi, telah mengangkat kondisi perekomian masyarakat di desa-desa tersebut.
“Kalau menurut pemerintah Register 40 itu kawasan hutan? Lalu saya bingung, di mana lagi hutannya? Sekarang semua kawasan sudah jadi perkampungan dan perkebunan kelapa sawit. Apalagi keberadaan kebun-kebun kelapa sawit secara drastis telah merubah kondisi ekonomi masyarakat, dari tidak mampu menjadi berkemampuan dan bergerak menjadi sejahtera,” kata Gandi.
Gandi juga mengingatkan pemerintah tentang Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menegaskan, “Bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.“Pilihan eksekusi menurut saya kurang bernurani, karena hal itu bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945 tersebut,” kata Gandi. (man/B)