MEDAN | Menristek Dikti, Prof Dr Mohammad Nasir PhD menegaskan, kualitas pendidikan dan daya saing lulusan Perguruan Tinggi di Indonesia masih jauh tertinggal, tidak hanya di level internasional.
Bahkan, peringkat kualitas pendidikan Indonesia masih tertinggal dengan negara anggota ASEAN lainnya, seperti Singapura dan Malaysia. “Kondisi ini harus menjadi perhatian serius. Salah satu indikator kualitas kita masih tertinggal adalah publikasi ilmiah di jurnal internasional masih minim. Mutu pendidikan di Indonesia dalam kondisi akut. Untuk itu, pendidikan tinggi harus memokuskan diri dalam upaya meningkatkan mutu dan relevansinya,” sebutnya, di Medan.
Secara gamblang Nasir menyatakan, masyarakat sangat berharap terhadap Pendidikan Tinggi, tidak hanya sebagai agen pendidikan ataupun riset, tetapi juga menjadi agen pembangunan ekonomi.
“Perguruan tinggi tidak cukup menghasilkan lulusan dan riset yang baik, tetapi juga menghasilkan sarjana yang hebat dalam berinovasi,” ujar Nasir.
Nasir berharap, kegiatan SNA menjadi momentum peningkatan kualitas pendidikan dan lulusan PT di Indonesia. Profesi akuntan harus menjadi garda terdepan peningkatan kualitas SDM dan pembangunan ekonomi bangsa.
Melalui tema ”Peluang dan Tantanga ASEAN Economic Community (AEC) terhadap Akutansi Indonesia”, dinilai sangat trategis terus digelar untuk membelaki generasi muda bangsa dalam menghadapi pasar bebas MEA 2015.
“Dengan diberlakukannya MEA, perguruan tinggi nasional secara kelembagaan harus siap bersaing bebas dengan Perguruan Tinggi di ASEAN yang akan lebih bebas keluar masuk Indonesia. Demikian juga lulusan perguruan tinggi, seperti tenaga pariwisata, kesehatan (mencakup profesi dokter), keperawatan, akuntansi, teknik, survei, arsitektur, dan perawatan gigi, harus menyiapkan diri sedini mungkin. Para akuntas juga harus membuat jurnal ilmiah internasional yang terakreditasi,” katanya.
Hanya lulusan yang sudah memiliki sertifikat kompetensi yang nanti bisa bertebaran dalam bursa kerja ASEAN. “Pasar tenaga kerja kita akan semakin luas, dan lulusan bidang- bidang tersebut akan mudah masuk ke ASEAN. Namun, hal ini tidak akan mudah kalau kualitas lulusan kita hanya seperti ini,” jelas Nasir.
Salah satu kunci memenangkan persaingan MEA adalah peningkatan kualitas kelembagaan dan sumber daya manusia (SDM) sehingga bisa melahirkan karya-karya inventifinovatif yang bermanfaat bagi masyarakat, terus melakukan pengembangan ilmu pengetahuan, serta menghasilkan lulusan yang berdaya saing tinggi.
Dengan persaingan yang semakin ketat dan lambatnya peningkatan kualitas secara relatif dibandingkan Perguruan Tinggi kelas dunia, maka upaya meningkatkan daya saing merupakan suatu kewajiban yang tidak dapat ditunda.
“Perguruan tinggi di tanah air harus berusaha keras untuk meningkatkan daya saing. Tidak sekadar untuk bisa bertahan atas persaingan yang kian ketat itu, melainkan juga untuk bisa masuk dalam jajaran perguruan tinggi yang baik pada level nasional, Asia Tenggara, Asia, bahkan global,” pesan Nasir.
Lembaga pendidikan tinggi tidak bisa lagi hanya mengeluarkan ijazah tanpa melihat sejauh mana kompetensi di balik ijazah tersebut, serta kemampuan keterampilan yang melekat, hingga kemampuan lulusannya untuk memperoleh sertifikasi sesuai keahliannya. Tanpa adanya ketiga hal tersebut, maka lulusan PT kita akan sulit masuk ke bursa kerja ASEAN.
“Peningkatkan mutu perguruan tinggi sangat penting, teramsuk riset dan inovasi untuk meningkatkan daya saing bangsa,” tegas Nasir.
Nasir juga menegaskan, Kemristekdikti bertanggung jawab mendorong peningkatan mutu pendidikan perguruan tinggi. Saat ini, perguruan tinggi Indonesia masih kalah bersaing dengan negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura. (OB1)