OTORITAS Jasa Keuangan (OJK) melihat bahwa penegakan good governance dalam sektor jasa keuangan menjadi modal utama dan terpenting dalam menunjang keberhasilan kemajuan perekonomian sebuah Negara.
Sebagai otoritas pengatur dan pengawas Lembaga Jasa Keuangan secara menyeluruh, OJK harus mengawasi pengelolaan aset keuangan yang begitu besar.
Dalam siaran persnya yang diterima, Selasa (17/11/2015), di perbankan sampai dengan Semester I 2015 total aset bank umum sebesar Rp5.793 triliun atau 55% dari GDP, di pasar modal sampai dengan Juli 2015 nilai kapitalisasi saham di Bursa Efek Indonesia telah mencapai Rp4.522 trilliun atau sekitar 43% dari GDP, kapitalisasi obligasi telah mencapai Rp1.657 trilliun atau 16% dari GDP.
Di Industri keuangan non-bank sampai dengan semester I 2015, aset perusahaan asuransi mencapai Rp777 trilliun, aset perusahaan pembiayaan sebesar Rp435 triliun dan aset Dana Pensiun sebesar Rp195 triliun. Sehingga secara keseluruhan, OJK akan mengawasi pengelolaan aset keuangan sebesar Rp13.375 triliun.
“Dalam mendukung tercapainya tujuan-tujuan pembentukan OJK tersebut serta untuk mengelola dengan baik kewenangannya yang besar, penerapan good governance di OJK menjadi suatu keharusan,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D Hadad.
OJK bertekad untuk dapat menjadi role model implementasi governance bagi industri jasa keuangan di Indonesia. Untuk itu, program penerapan prinsip-prinsip governance telah diintegrasikan dengan program budaya di OJK.
Selain itu, beberapa inisiatif strategis juga telah diambil untuk mengimplementasikan governance dan memperkuat integritas insan OJK.
Melalui pendekatan budaya, governance akan lebih mudah diterima oleh seluruh pemangku kepentingan sehingga prinsip-prinsip governance termasuk prinsip integritas dapat diterapkan dalam setiap aktifitas secara sadar dan sungguh-sungguh. Pada akhirnya diharapkan governance menjadi budaya bangsa, bukan hanya menjadi jargon semata.
Tahun 2015 bagi OJK merupakan tahapan menjadi Good Governed Organisation, yang berarti seluruh infrastruktur dan prasarana telah dimiliki dan enforcement dilakukan secara konsisten, termonitor serta terukur.
Tahun 2015 juga ditetapkan sebagai “Tahun Penguatan Integritas” OJK, dengan program utama adalah: memastikan berfungsinya unit anti fraud, revitalisasi whistleblowing system (WBS), dan pelaksanaan Program Pengendalian Gratifikasi.
“Kami mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk bersama-sama mendukung program OJK ini agar kita bersama dapat memastikan bahwa OJK terus memiliki kapasitas terbaik dalam menjalankan fungsi pengaturan, pengawasan, dan perlindungan konsumen,” kata Ketua Dewan Audit merangkap Anggota Dewan Komisioner OJK, Ilya Avianti.
Sebagai upaya memajukan penegakan governance di sektor keuangan, OJK menggelar Risk and Governance Summit (RGS) 2015 di Museum Nasional pada tanggal 17 November 2015.
RGS adalah forum internasional tahunan bagi profesi di bidang governance yang merupakan bagian dari implementasi program Recycling yang dijalankan oleh OJK untuk mendorong peningkatan kapasitas industri melalui peningkatan profesionalisme para profesional di bidang governance.
Forum ini merupakan salah satu strategi OJK untuk meningkatkan kualitas governance di industri jasa keuangan di luar pendekatan pengaturan dan pengawasan ke industri.
RGS 2015 adalah RGS ke-3 dengan tema “Passion To Governance: Embedding Culture Into Governance and Integrity”, yang menekankan peran dan tanggungjawab aspek budaya sebagai satu pendekatan dalam implementasi good governance dan penguatan integritas OJK serta di seluruh pelaku di industri jasa keuangan.
RGS 2015 dibuka oleh Ketua Dewan Komisioner OJK dengan menghadirkan pembicara Olivia Kirtley, President of International Federation of Accountant (IFAC), Prof Dr H Ahmad Syafii Maarif, Remy Sylado, tokoh budayawan dan sastrawan, Nadiem Makarim, socio-entrepreneur pendiri PT Go-Jek Indonesia, serta Effendi Gazali, Ph.D., MPS ID selaku moderator diskusi.
“Kami meyakini bahwa membangun kualitas good governance tidak hanya menjadi tanggung jawab dan kewenangan otoritas, pejabat, tokoh, dan institusi formal namun menjadi tanggung jawab kita bersama. RGS kali ini kita dapat mendengarkan bagaimana para pakar governance di luar otoritas, pejabat pemerintah dan institusi formal lainnya berbicara tentang governance, integritas dan termasuk ekspektasi mereka terhadap governance di Indonesia,” kata Ilya. (rel/OB1)