OTORITAS Jasa Keuangan (OJK) sedang mengawasi dugaan investasi bodong pada “Dream for Freedom” sudah masuk meluas hingga ke masyarakat Kabupaten Karo, Sumatera Utara.
“Satgas investasi menerima informasi investasi Dream for Freedom sudah ditawarkan meluas di Kabupaten Karo dengan iming-iming imbal keuntungan yang cukup tinggi dan itu akan segera diselidiki,” ujar Kepala Bagian Pengawasan Bank OJK Kantor Regional 5 Sumatera, Anton Purba di Berastagi, Karo, (3/12/2015).
Satgas merasa berkepentingan melakukan investigasi ke Karo, karena Dream for Freedom itu juga sudah berkembang di provinsi lain dan juga sedang dalam pengawasan OJK Pusat.
Dream for Freedom itu dikhawatirkan merugikan masyarakat karena keuntungan yang ditawarkan tidak masuk akal atau cukup besar sekitar satu persen per hari.
“Masyarakat diminta berhati-hati karena dari beberapa indikasi, kegiatan Dream for Fredom berpotensi merugikan masyarakat,” katanya pada Acara Pembekalan Wartawan OJK Kantor Regional 5 Sumatera.
Anton mengakui, sampai dengan saat ini OJK KR 5 Sumatera memang belum pernah menerima pengaduan masyarakat yang menjadi korban investasi tersebut.
Kendati belum ada pengaduan, OJK meminta masyarakat berhati-hati dengan tawaran perusahaan investasi khususnya bagi yang tidak punya izin. “Izin OJK untuk Dream for Freedom tidak ada, nggak tau mereka punya izin apa,” katanya.
Untuk memastikan izin yang dimiliki, OjK akan berkoordinasi dengan pihak terkait termasuk Kementerian Komunikasi dan Informatika yang bisa membantu seperti melakukan pemblokiran situs internet yang digunakan dalam kegiatan investasi bodong. Apalagi dalam Tim Satgas Investasi memang terdiri dari banyak pihak.
OJK berharap masyarakat Sumut yang akan menginvestasikan uangnya agar berhati-hati. “Kalau ragu, diharapkan menghubungi OJK baik secara langsung atau telepon layanan,Layanan Satgas investasi bisa dihubungi di 021-3850001,” katanya.
Kepala Pusat Informasi Pasar Modal atau PIPM BEI Perwakilan Medan, M Pintor Nasution menyebutkan, untuk aman berinvestasi, masyarakat harus berinvestasi di perusahaan yang sudah tercatat di pasar bursa.
“Masyarakat sudah harus menepis bahwa anggapan untuk masuk ke pasar bursa memerlukan modal besar,” katanya.
Dia mengakui, literasi produk keuangan di pasar modal masih rendah sehingga memang perlu edukasi dan sosialisasi terus menerus. (OB1)