BADAN dunia PBB UNESCO mencatatkan sembilan tari tradisi Bali sebagai warisan budaya dunia milik Indonesia. Pengakuan tersebut disambut positif dan gembira dari berbagai kalangan mulai seniman, budayawan, akademisi, masyarakat Bali maupun pemerintah.
Kepala Dinas Kebudayaan Bali Dewa Beratha menyatakan, pengakuan dunia atas hasil kebudayaan tari tradisi Bali itu tentunnya menjadi tanggungjawab besar bagi Pemerintah Bali dan masyarakat untuk melestarikannya.
“Pemerintahan di Bali berkewajiban memberi dukungan dan kebijakan melindungi dan melestarikan tari tradisi Bali ini,” ucapnya, Minggu (13/12/2015).
Menurut Dewa Berata, salah satu cara yang tengah dilakukannya bagaimana dukungan agar kebijakan dan peran pendidikan dasar sampai perguruan tinggi maupun sekkaa (kelompok), lembaga adat sebagai benteng dalam melestarikan budaya Bali.
Sementara, Prof Dibya mantan Rektor ISI Denpasar yang juga budayawan menegaskan, dengan pengakuan dunia atas 9 Tari Bali ini tentunya menjadi inspirasi bagi seni budaya Bali dan seniman, bagaimana menggunakan elemen tari Bali menjadi kreasi dan garapan baru.
“Ini sekalius menjadi rangsangan baru bagi seniman untuk berkreasi menungakkan kreativitas mereka,” ujar Prof Dibya.
Di mata budayawan lainnya yang juga mantan Rektor ISI Denpasar, Prof Made Bandem penetapan 9 tari tradisi Bali oleh UNESCO itu bukan merupakan hak cipta melainkan lebih pada pemberian kesempatan bagi Bali sebagai upaya pelestarian sembilan tari yang terbagi dalam tiga varian atau jenis tersebut.
“Sembilan tarian ini, mewakili seluruh tarian Bali secara keseluruhan sejak jaman lampau prasejarah hingga sekarang atau abad 14 sampai 19,” jelasnya.
Menurutnya, jika tarian Bali yang berkembang hingga abad 19, menggambarkan bagaimana kekhasan yang berbeda dengan tarian lainnya di nusantara maupun dunia lainnya.
“Gaya tari ciri pokok tari Bali itu pada cara berdiri, lutut keluar ini berbeda dengan tarian luar modern. Tari Bali punya ekspresi luar pada gerakan mata yang khas dan kostum yang khas, karena itu kami yakin bisa diterima UNESO,” urainya.
Sebelum diakui UNESCO, Tim Peneliti Pusat Penelitian dan Pengembanan Kebudayaan termasuk melibatkan pakar budaya Gaura Mancacaritadipura yang menyusun berkas Tari Tradisi Bali sejak tahun 2010-2011. Penelitian kala itu difasilitasi Gubernur Bali Made Mangku Pastika, mantan Rektor ISI Profesor Wayan Dibya dan mantan Rektor ISI Denpasar Profesor Made Bandem.
Penelitian itu dirancang dengan memilih 9 jenis tari Bali dan jenis Wai (Sakral), Bebali (semi-sakral), Balih-Balihan( tari hiburan) yang ditemukan di 9 Kabupaten Kota di Pulau Dewata, untuk mewakili semua tarian Bali. Penelitian itu melibatkan, penari, komunitas tari Bali, pemuda, pakar, guru, tokoh adat dan agama, seniman dan budayawan secara luas.
Sembilan jenis tari Bali itu diangkat dalam berkas yakni Rejang Dewa dari Kabupaten Klungkung, Sang Hyang Dedari dari Kabupaten Karangasem, Baris Upacara dari Kabupaten Bangli, Gambuh dari Kabupaten Gianyar, Wayang Wong dari Kabupaten Buleleng, Topeng Sidakarya/ Topeng Pejengan dari Kota Denpasar), Legong Kraton dari Kota Denpasar, Joged Bumbung dari Kabupaten di Bali Barat yakni Jembrana dan Barong Ket Kuntisraya dari Kabupaten Badung. (res/OB1)