LAPK: Pemerintah harus Batalkan Pungutan Dana Ketahanan Energi

PENURUNAN harga BBM untuk jenis premium dan solar, yang dilakukan pemerintah pada (23/12/2015), mulai berlaku pada tanggal 5 Januari 2016.

Harga premium menjadi Rp 7.150 per liter dan solar menjadi Rp 5.950 per liter. Sebelumnya, harga premium Rp 7.300 per liter, sedangkan harga solar Rp 6.700 per liter.

Bacaan Lainnya

Pemerintah menyatakan harga keekonomian premium saat ini sebenarnya ada di level Rp 6.950 per liter menyusul turunnya harga minyak dunia. Namun, pemerintah kemudian menambah Rp 200 dari nilai keekonomian itu untuk dibebankan kepada rakyat.

Tambahan biaya ini merupakan dana untuk program energi terbarukan yang sedang dikembangkan pemerintah. Sementara itu, untuk solar, nilai keekonomian saat ini berkisar Rp 5.650 per liter. Namun, pemerintah menambah biaya Rp 300 untuk energi terbarukan sehingga harga solar menjadi Rp 5.950.

“Rencana pemerintah untuk memungut Dana Ketahanan Energi (DKE) sebesar Rp 200 per liter premium dan Rp 300 per liter solar merupakan tidak illegal yang tidak memiliki dasar hukum. Tidak ada satupun regulasi yang secara eksplisit tindakan pemungutan Dana Ketahanan Energi (DKE) yang mengaturnya. Jika, pemerintah beralasan rencana kebijakan tersebut diatur melalui Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Energi dan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 adalah salah besar, karena regulasi tersebut menyatakan pungutan/premi dana ketahanan energi justru dibebankan pada sektor hulu yaitu pelaku usaha migas bukan dari komponen harga jual BBM,” sebut Padian Adi S Siregar sebagai Seketaris Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK), dalam siaran persnya yang diterima obrolanbisnis.com, Senin (4/12/2016).

Menurutnya, selain tidak adanya regulasi yang jelas, pemerintah harus membatalkan pungutan Dana Ketahanan Energi (DKE) karena kebijakan ini bersifat parsial yang hanya dibebankan pada Premium dan Solar saja, idealnya yang namanya dana ketahanan energi harus menyeluruh dan dikenakan juga pada Pertamax, Pertalite, dll.

Sikap inkonsistensi juga ditunjukan pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan, peruntukan Dana Ketahanan Energi (DKE) untuk mendanai pengembangan energi baru dan terbarukan sangat tidak tepat, karena Konsumsi BBM oleh masyarakat tidak semuanya berasal dari dalam negeri tetapi juga sebagian besar konsumsi BBM berasal dari impor maka bias dipastikan kebijakan ini tidak dikaji secara matang.

Terakhir, hasil pungutan Dana Ketahanan Energi (DKE) mencapai 6 triliun per tahun akan berpotensi disalahgunakan karena tidak adanya lembaga yang jelas mengelola dana pungutan ini sehingga patut diduga peruntukannya tidak tepat sasaran dan justru tidak digunakan untuk kepentingan kebijakan non-energi atau yang tidak hubungannya sama sekali dengan pengembangan energi, serta penempatan dana tersebut bersama APBN maka akan menjadikan keberadaan dana tersebut semakin tidak jelas.

Oleh karena itu, pemerintah harus membatalkan kebijakan pungutan Dana Ketahanan Energi (DKE) harus dibatalkan, apabila pemerintah masih memaksakan kehendak untuk melakukan kebijakan tersebut maka pemerintah dengan kekuasaannya melakukan “Pungli” kepada rakyatnya.

Hal ini, karena pemerintah melakukan tindakan memungut uang rakyat yang tidak punya dasar hukum, tidak jelas peruntukannya dan tidak jelas dikelola oleh siapa. Pemerintah harusnya meringankan beban rakyat, kok malah memeras rakyatnya lewat Dana Ketahanan Energi (DKE). (OB1)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *