Peremajaan Haminjon (Kemenyan) Diharap dapat Tingkatkan Pendapatan Petani

Ia memperoleh getah sekitar 500 kg saja per tahun, yakni 300 kg pada panen pertama dari 500 batang dan 200 kg dari tegakan sisanya. Haminjon biasanya di-takik (diambil getahnya dengan cara melukai kulit) setiap 6 bulan.

Bacaan Lainnya

Tingkat produktivitas itu sebenarnya cenderung terus menurun seiring penuaan umur tegakan. Tidak ada peremajaan (replanting) karena kebanyakan generasi penerus petani dengan tingkat pendidikan rata-rata lebih tinggi dari orangtuanya memilih profesi lain seperti: merantau ke kota, menjadi pegawai negeri sipil (PNS) atau anggota TNI/Polri, bekerja pada industri dengan gaji per bulan sedikit diatas Rp1 juta, menjadi aktivis LSM, atau pedagang antarkampung (partiga-tiga).

Anak Lubis sendiri, ketika diajaknya meneruskan usaha pengambilan getah haminjon berkata, “di ho ma i among,” (untuk bapak saja lah pekerjaan itu).

Pada situasi seperti itu, Lubis dan juga para sejawatnya sesama petani, jumlahnya ratusan orang, merasa bersyukur ada uluran kerjasama dari TPL untuk memperkaya (enrichment) jumlah tegakan haminjon melalui penanaman baru baik di areal konsesi perusahaan maupun di areal milik petani sendiri dengan memakai bibit unggul kloning yang dipasok secara gratis oleh perusahaan.

Pembibitan kloning haminjon merupakan buah kerjasama perusahaan dengan pihak Kehutanan (BPK – Balai Penelitian Kehutanan, Aeknauli). Hasilnya, sejak Februari 2015 sudah berlangsung penanaman 850 pohon baru di lokasi di konsesi (Rd 412, Rd 8, KPPN Dolok Nabarat, dan Rd 9), dan distribusi bibit kloning ke 115 orang petani sudah mencapai sedikitnya 5.750 pohon.

Di lahan satu hektar yang diusahai Lubis sendiri, di dalam konsesi TPL, pihak perusahaan ada menanamkan 500 pohon Oktober tahun lalu, dan per Agustus 2016 sudah tumbuh hingga setinggi dada orang dewasa (sekitar 1,2 meter).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan