OBROLANBISNIS.com – Kota Medan masih rawan dengan pencemaran bakteri Escherichia Colli atau yang disingkat dengan E.Colli. Hal itu disumbang oleh buruknya sistem sanitasi di rumah tangga masyarakat, terutama permukiman padat penduduk.
Seiring dengan perkembangan jaman, rumah-rumah dibangun berhimpitan satu sama lain, sehingga membuat tangki penampungan tinja (septic tank) dibangun tidak sesuai dengan standard kesehatan. Dari sebanyak 502.735 rumah tangga di Kota Medan, ternyata 82% masih tercemar bakteri E.Colli.
“Tangki septik atau septic tank yang baik adalah tangki yang kedap. Dan dibangun dengan jarak aman 10 meter dari sumur air. Di Medan sendiri, bisa dilihat dari data sebanyak 412,243 rumah tangga atau sebesar 82%-nya berpotensi mencemarkan bakteri E Colli ke lingkungan. Dimana seluruh air sungai dan air tanah tercatat mengandung Coliform di atas ambang batas,” kata perwakilan Program Air, Sanitasi dan Kebersihan Perkotaan Indonesia atau Indonesia Urban Water, Sanitation, and Hygiene (IUWASH) Sumatera Utara, Muhammad Yagi dalam pertemuan yang digelar di Sekretariat USAID Jl Mojopahit Medan, Senin (12/6/2017).
Dikatakan Yagi, dari seluruh anggota ASEAN, Indonesia berada di urutan terbawah atau di posisi ke 9, dengan sanitasi terburuk yakni sebesar 72% dari populasi urban. Untuk itu melalui program IUWASH yang diselenggarakan oleh US Agency for International Development (USAID), Yagi mengajak masyarakat agar sadar akan pentingnya sanitasi yang baik.
Dijelaskan Yagi, proses tinja (kotoran manusia) menjadi lumpur membutuhkan waktu 60-85 hari. Berdasarkan hitungan, air yang masuk ke dalam septic tank dipertahankan selama 3 hari karena dianggap bakteri E.Colli sudah mati. “Namun demikian masih mengandung patogen, yang dapat menyebabkan penyakit diare bagi masyarakat,” tambah perwakilan dari IUWASH, Irwansyah.
Menurutnya, air yang keluar dari tangki septik merupakan air pembuangan yang telah mengendap selama 3 hari. “Jadi saat penyedotan, yang disedot adalah lumpur tinja, bukan air. Sistem yang bagus adalah adanya air setinggi 80-100 meter di atas lumpur tinja. Namun apabila air di dalam (tangki) lebih rendah dari lumpur tinja, maka tidak akan terjadi proses penguraian,” tuturnya.
Untuk itu, IUWASH menawarkan solusi dalam mengatasi pencemaran E. Colli dengan Layanan Lumpur Tinja Terjadwal (L2T2). L2T2 adalah suatu mekanisme pelayanan penyedotan lumpur tinja yang dilakukan secara periodik atau terjadwal yang diterapkan
pada sistem pengelolaan air limbah, yang kemudian diolah pada instalasi yang ditetapkan serta terkait dengan metode pembayaran yang telah
ditetapkan. “Minimal penyedotan pada tangki septi rumah tangga masyarakat Kota Medan dilakukan 3 tahun sekali,” tambah Yagi.
Sementara itu, perwakilan dari Dinas Perumahan dan Permukiman Kota Medan Martondi mengatakan, pihaknya selama ini telah berupaya menyediakan sarana prasarana yang mendukung kesehatan lingkungan yang layak bagi masyarakat.
Sarana tersebut telah memenuhi standar sanitasi yang baik, yakni sanitasi terpusat. Namun karena biaya yang sangat mahal, hanya 3% permukiman yang terlayani sanitasi.
“Di kawasan Medan Utara sudah pernah dibuatkan sarana MCK Komunal dan WC terapung sekitar 3000 buah. Namun setelah dibangun, masyarakat malah tidak memanfaatkan atau menggunakan fasilitas tersebut,” ujar Tondi.
Menurutnya, masyarakat masih belum memahami apa yang dinamakan dengan sanitasi yang baik. Untuk itulah dibutuhkan suntikan edukasi melalui sosialisasi rutin, agar ke depannya masyarakat dapat sadar akan pentingnya pelayanan sanitasi.
“Seharusnya di tingkat paling bawah seperti Posyandu, Puskesmas, selalu ada sanitarian yang dapat membuat masyarakat paham akan pentingnya hidup sehat,” katanya.
Sementara itu, perwakilan PDAM Tirtanadi yang hadir dalam pertemuan tersebut mengatakan, PDAM Tirtanadi sebagai operator masih menunggu instruksi dari Pemerintah Kota Medan untuk dapat menjalankan sosialisasi pentingnya sanitasi kepada masyarakat. (OB1)