OBROLANBISNIS.com – Wacana pencaplokan perusahaan pembiayaan mikro milik BUMN, yaitu PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), kepada PT Pegadaian dan PT Permodalan Nasional Madani (PNM) mendapatkan sorotan publik.
Informasi yang diperoleh dari internal perusahaan bertagline ‘Mengatasi Masalah Tanpa Masalah’, mayoritas karyawan menyatakan ketidakinginan perusahaan untuk beralih seragam.
Adapun pertimbangan penolakan itu salah satunya adalah berbeda fungsi bisnis yang diemban antara PT Pegadaian (Persero), PT BRI dan PT PNM, Pegadaian sejak berdiri tahun 1901 diberikan amanat untuk memberantas ijon dan renternir yang menjerat rakyat kecil.
“Secara awam menurut pendapat saya proses itu kurang tepat, karena antara Pegadaian, PNM dan BRI memiliki basis nasabah yang berbeda dengan mengemban fungsi yang berbeda juga. Melalui model skema bisnis yang dijalan sangat berbeda. BRI untuk masyarakat yang bankable, sementara Pegadaian pra bankable. Bahkan untuk nasabah Ultra Mikro pun di Pegadaian sebenarnya jumlahnya tidak banyak dari nilai portofolio bisnis perusahaan saat ini,” ungkap salah seorang pegawai PT Pegadaian (Persero) di Jakarta, yang enggan namanya disebutkan ketika dikonfirmasi awak media, Minggu, 14 November 2020, via seluler.
Menurut sumber, wacana pencaplokan perusahaan oleh BRI justru akan mengorbankan rakyat kecil nantinya, yang akan terkendala untuk memperoleh pembiayaan konsumtif dan tambahan modal kerja.
INFO BISNIS
KAD Sumut Soroti Oknum Nakal P2TL Mitra PLN
Wacana sinergi PT Pegadaian, PT BRI dan PT PNM cukup menarik perhatian karyawan di lingkungan PT Pegadaian secara nasional. “Sebab, secara detail kami (karyawan) belum memahami inisiatif dari BRI tersebut, karena selama ini merasa tidak pernah tahu apalagi dilibatkan dalam proses kajiannya,” beber sumber.
Bahkan, informasi tersebut telah menguap menjadi konsumsi media, baik cetak, elektronik dan online terkait pencaplokan PT Pegadaian yang dinilai telah mengganggu stabilitas karyawan.
Belum lagi berbicara tentang psikologi karyawan Pegadaian dengan jumlah 13.400 karyawan organik dan 26.000 karyawan anorganik yang hingga saat ini sedang bahu membahu membesarkan Pegadaian. “Tentunya dalam pencaplokan ini akan menimbulkan ekses-ekses yang mengganggu stabilitas karyawan,” sebutnya.
Di sisi aset, Pegadaian memiliki nilai cukup besar apalagi jika telah dilakukan revaluasi “Yang menjadi pertanyaan, apakah pemerintah rela menjual aset Pegadaian? Saya tidak paham tentang politik, tetapi menurut saya ini akan menjadi cerita yang tidak enak dikemudian hari,” ungkap sumber.
Pegadaian adalah perusahaan BUMN yang sehat yang menempatkan diri dalam 10 besar BUMN berkontribusi deviden laba.
INFO BISNIS
Pegadaian Usulkan 76.985 Nasabah Ke Bank BRI Untuk Terima Bantuan Pemerintah
Dari sisi permodalan seperti apa disampaikan oleh BRI bahwa Pegadaian bakal mendapat dana murah. “Itu yang kami ragukan faktanya nanti, akan menjadi kendala sebenarnya bagi pemerintah. Tinggal memberikan suntikan dana saja sudah selesai tanpa harus mengorbankan rakyat kecil dengan pencaplokan oleh BRI,” sebut sumber.
“Dari sisi karyawan, saya pribadi maupun karyawan lainnya kurang sependapat dilakukan penggabungan Pegadaian dengan BRI. Disaran agar dibuatkan mekanisme yang tepat untuk proses sinergi ultra mikro bukan penggabungan ‘rumahnya’, karena masing-masing memiliki fungsi dan amanah yang berbeda dan teknologi di Pegadaian saat inipun sudah cukup mumpuni untuk menjembatani keinginan pemerintah tersebut,” ucap sumber.
Seperti diketahui pada tahun 2014 juga beredar kabar rencana akusisi Pegadaian oleh PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI). Kala itu di zaman Menteri BUMN Dahlan Iskan.
Rencana akusisi PT Pegadaian mendapat penolakan Serikat Pekerja (SP) PT Pegadaian (Persero). “Walaupun hanya masih berupa rencana, namun hal itu telah memberikan sinyal akan adanya pelaku ekonomi liberal yang masuk untuk berburu rente, yakni pelaku ekonomi yang menghitung nilai-nilai perusahaan sebatas pada nilai-nilai rasio keuangan perusahaan semata,” komentar Ketua Umum SP Pegadaian yang saat itu dijabat Eko Widjatmoko dikutip dari salah satu media online nasional. ***
[OB1]