Pemerintah Akan Fasilitasi Selisih Paham Masyarakat Natumingka dan TPL

Pemerintah Akan Fasilitasi Selisih Paham Masyarakat Natumingka dan TPL | OBROLANBISNIS.com — Selisih paham mengenai pengakuan tanah adat dikawasan Hutan Tanaman Industri (HTI), antara masyarakat Desa Natumingka Kecamatan Borbor Kabupaten Toba, dengan PT. Toba Pulp Lestari, Tbk (TPL), dalam waktu dekat siap difasilitasi oleh Pemerintah Kabupaten, dan seluruh Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Toba.

Hal tersebut dikatakan Bupati Kabupaten Toba Poltak Sitorus, dalam rapat Usulan Penyelesaian Perselisihan Masyarakat Natumingka dengan PT. TPL, di Balai pertemuan aula kantor Bupati dikawasan Balige, Kamis, 27 Mei 2021.

Hadir dalam pertemuan tersebut Wakil Bupati Toba Tony M. Simanjuntak, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten kota Effendy SP Napitupulu, Wakil Ketua DPRD Mangatas Silaen, Direksi TPL Janres Silalahi dan Parlindungan Hutagaol.

 

Bacaan Lainnya



Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) IV Balige, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Toba, Camat Kecamatan Bor-bor, Kepala Desa Natumingka mewakili masyarakat, serta perwakilan dari pihak kepolisian Polres Toba. Sementara itu, tidak satupun dari masyarakat Natumingka yang dapat hadir dalam pertemuan tersebut.

“Saat ini pihak pemerintah siap melakukan fasilitasi untuk perdamaian, dan mendengarkan apa yang diinginkan masyarakat.

Termasuk membahas hutan adat secara undang-udang dan hubungan kemitraan masyarakat. Jangan bilang pemerintah tidak peduli dengan permasalahan ini.

 

INFO BISNIS

“Dalam pertemuan ini tadinya kami berharap besar pihak Kepala Desa Natumingka dapat membawa sejumlah masyarakat sebagai perwakilan. Sehingga permasalahan ini dapat segera mungkin berakhir dengan perdamaian” kata Bupati.

Menurut Forkopimda Kabupaten Toba, perselisihan masyarakat Natumingka yang berakhir dengan insiden, di areal konsesi HTI perusahaan bubur kertas (TPL) diduga kuat akibat dari provokasi oleh sejumlah pihak yang tidak bertanggung jawab.

 



Ketua DPRD Kabupaten Toba, Effendy SP Napitupulu mengatakan, pada dasarnya perselisihan keduanya dapat terselesaikan dengan cara pedamaian. Namun permasalahan menjadi meruncing akibat dari sejumlah pihak yang memiliki kepentingan dengan memperkeruh masalah.

Sehingga, menurut Effendy SP Napitupulu, sebaiknya dalam pertemuan berikutnya, Kepala Desa sebagai pimpinan tertinggi di masyarakat Natumingka, dapat membawa sejumlah masyarakat untuk mendengarkan langsung penjelasan dari sejumlah pihak terkait, termasuk dari pihak perusahaan.

 

INFO BISNIS

“Kami berharap dalam pertemuan berikutnya agar melibatkan langsung masyarakat Natumingka, dan tidak perlu menghadirkan pihak-pihak lain, yang tidak memiliki kepentingan sebagai perwakilan menyampaikan pendapat. Dan dalam hal ini Kepala Desa harus mampu menghadirkan masyarakat Natumingka,” tegasnya dalam pertemuan tersebut.

Wakil Bupati Toba Tony M Simanjutak juga berharap, besar perselisihan masyarakat dan perusahaan, dapat segera dilakukan melalui jalur perdamaian.

Menurutnya Kepala Desa Natumingka harus mampu membantu menyampaikan informasi yang positif kepada masyarakat, dari hasil pertemuan agar perselisihan segera berakhir.

 



Mewakili aspirasi masyarakat, Kepala Desa Natumingka Kastro Simanjuntak menyampaikan sejumlah permintaan dari masyarakat dalam penyelesaian perselisihan.

Masyarakat tetap mengklaim tanah adat seluas 2.409,7 Ha, memberikan jaminan keamanan diareal yang diklaim sebagai tanah adat, menindaklanjuti peraturan daerah tentang masyarakat adat, menghentikan proses hukum terhadap 3 orang masyarakat Natumingka di kepolisian, dan melampirkan sejarah, data sosial dan peta masyarakat Natumingka.

Sementara itu, pihak TPL menyampaikan rasa hormat dan berterima kasih kepada sejumlah pihak, yang memberikan waktu serta kesempatan dalam upaya penyelesaian perselihan menuju jalan perdamaian.

 

INFO BISNIS

Direktur TPL, Janres Silalahi mengatakan, sejak tahun 1990 sampai dengan saat ini perusahaan resmi secara hukum melakukan operasional kerja, yang berdampingan dengan Desa Natumingka, dan tidak pernah terjadi masalah.

Dalam pertemuan yang difasilitasi oleh sejumlah Forkopimda ini, Janres Silalahi mewakili manajemen TPL menyampaikan usulan penyelesaian perselisihan. Penghentian perselisihan baik dilapangan maupun isu negatif yang tidak berdasarkan fakta disejumlah sosial media.

“Kami juga menyampaikan kepada forum ini bahwa mengenai tuntutan tanah adat, sepenuhnya diserahkan kepada pihak yang berkompeten sesuai dengan peraturan yang berlaku,” ungkapnya.

 



Kemudian untuk menghindari kerusakan hutan di aeral HTI, sebaiknya perusahaan dapat kembali melaksanakan penanaman yang merupakan kewajiban perusahaan. Kemudian perusahaan tetap mengandeng masyarakat dengan program tumpang sari.

“Perusahaan siap bekerjasama dengan masyarakat dengan mengadopsi Permen LHK nomor 83 tahun 2016 tentang Perhutanan Sosial,” ujar Janres Silalahi.

Sementara itu, Kepala KPH IV Balige, Leonardo Sitorus juga menyampaikan pendapat, bahwa secara hukum wilayah Natumingka masih berada di konsesi HTI PT. TPL. Sehingga perusahaan pengelola pemanfaatan hasil hutan, dibebankan untuk melakukan pengawasan dan pengamanan lahan, bila tidak dilakukan maka akan dievaluasi.

 

“Terkait Natumingka mulai dari lahan register sudah merupakan kawasan hutan, dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan (SKMenhut) tentang Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) tahun 1984, kawasan ini menjadi kawasan Hutan Produksi. Kemudian hal tersebut juga diatur dalam SKMenhut nomor 44 tahun 2005 yang menyebutkan kasawasan tersebut menjadi kawasan hutan lindung,” katanya.

Untuk mengatasi perselisihan tersebut, KPH IV Balige juga memberikan masukan kepada perusahaan dan masyarakat, yakni melaksanakan kegiatan kemitraan dengan pola tumpang sari atau sejenisnya yang sesuai dengan peraturan Menteri Kehutanan. ***

 

 

 

Google Translate

 

Government Will Facilitate Understanding Difference between Natumingka and TPL Communities | OBROLANBISNIS.com — Difference in understanding regarding the recognition of customary land in the Industrial Plantation Forest (HTI) area, between the people of Natumingka Village, Borbor District, Toba Regency, and PT. Toba Pulp Lestari, Tbk (TPL), in the near future ready to be facilitated by the Regency Government, and the entire Toba Regional Leadership Communication Forum (Forkopimda).

This was said by the Regent of Toba, Poltak Sitorus, in the meeting of the Natumingka Community Dispute Resolution Proposal with PT. TPL, at the meeting hall of the Regent’s office in the Balige area, Thursday, May 27, 2021.

Present at the meeting were Deputy Regent of Toba Tony M. Simanjuntak, Chairman of the Regional Representatives Council (DPRD) Effendy SP Napitupulu, Deputy Chairman of DPRD Mangatas Silaen, TPL Directors Janres Silalahi and Parlindungan Hutagaol.

 

Head of Forest Management Unit (KPH) IV Balige, Toba Environmental Service (DLH), Head of Bor-bor Subdistrict, Head of Natumingka Village representing the community, as well as representatives from the Toba Police. Meanwhile, none of the Natumingka people were able to attend the meeting.

“Currently, the government is ready to facilitate peace and listen to what the people want.

This includes discussing customary forests by law and community partnership relations. Don’t tell me the government doesn’t care about this problem.

 

“In this meeting, we had high hopes that the Head of Natumingka Village could bring a number of people as representatives. So that this problem may end in peace,” said the Regent.

According to Forkopimda Kabupaten Toba, the dispute over the Natumingka community that ended in an incident, in the pulpwood company (TPL) HTI concession area, is strongly suspected as a result of provocation by a number of irresponsible parties.

The Chairman of the Toba Regency DPRD, Effendy SP Napitupulu, said that basically the dispute between the two can be resolved by peaceful means. However, the problem has become tapered due to a number of parties who have an interest in worsening the problem.

 

So, according to Effendy SP Napitupulu, it is best if in the next meeting, the Village Head, as the highest leader in the Natumingka community, can bring a number of people to hear the explanations directly from a number of related parties, including from the company.

“We hope in the next meeting to directly involve the Natumingka community, and there is no need to present other parties who have no interest as representatives to express their opinions. And in this case the Village Head must be able to present the Natumingka community, “he said at the meeting.

 

The Deputy Regent of Toba, Tony M Simanjuntak, also hopes that the great dispute between the community and the company can be carried out immediately through the path of peace.

According to him, the Natumingka Village Head must be able to help convey positive information to the community, from the results of the meeting so that the dispute will end soon.

Representing the aspirations of the community, the Village Head of Natumingka Kastro Simanjuntak conveyed a number of requests from the community in dispute resolution.

 

The community continues to claim customary land covering an area of ​​2,409.7 hectares, provides security guarantees in areas claimed as customary land, follows up on regional regulations on indigenous peoples, stops legal proceedings against 3 Natumingka people at the police, and attaches history, social data and maps of the Natumingka community.

Meanwhile, the TPL expressed their respect and gratitude to a number of parties, who gave time and opportunity to resolve disputes towards the road to peace.

Director of TPL, Janres Silalahi said, since 1990 until now the company has legally carried out its operational work, which is adjacent to Natumingka Village, and there have never been any problems.

 

In the meeting which was facilitated by a number of Forkopimda, Janres Silalahi representing TPL management submitted a proposal for dispute resolution. Termination of disputes both in the field and negative issues that are not based on facts in a number of social media.

“We also convey to this forum that the demands for customary land are fully submitted to the competent party in accordance with the applicable regulations,” he said.

Then, to avoid forest destruction in the HTI area, the company should be able to resume planting which is the company’s obligation. Then the company continued to partner with the community with the intercropping program.

 

“The company is ready to cooperate with the community by adopting the LHK Ministerial Regulation number 83 of 2016 concerning Social Forestry,” said Janres Silalahi.

Meanwhile, the Head of KPH IV Balige, Leonardo Sitorus also expressed his opinion that legally the Natumingka area is still in the HTI concession of PT. TPL. So that the company managing the utilization of forest products is charged to supervise and secure the land, if this is not done then it will be evaluated.

“Regarding Natumingka, starting from the registered land, it is already a forest area, in the Decree of the Minister of Forestry (SKMenhut) regarding the Forest Use Agreement (TGHK) in 1984, this area has become a Production Forest area. Then it is also regulated in SKMenhut number 44 of 2005 which states that the area is a protected forest area,” he said.

To resolve the dispute, KPH IV Balige also provides input to the company and the community, namely carrying out partnership activities with an intercropping pattern or the like in accordance with the Minister of Forestry regulations. ***

[OB1]

#TPL #Toba #InfoBisnis

 

Referensi

Sejarah TPL

Daftar Perusahaan Pulp

Tentang Eucalyptus

Manfaat Eucalyptus

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *