Mata Uang Kripto Bukan Alat Pembayaran Sah di Indonesia

mata uang crypto

Mata Uang Kripto Bukan Alat Pembayaran Sah di Indonesia | OBROLANBISNIS.com — Otoritas Jasa Keuangan atau OJK bersama Bank Indonesia mengingatkan, mata uang kripto bukan merupakan alat pembayaran yang sah di Indonesia.

Aset kripto merupakan jenis komoditas sehingga pengawasannya tidak dilakukan oleh OJK, melainkan oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi atau Bappebti Kementerian Perdagangan.

Deputi Komisioner Humas dan Logistik OJK Anto Prabowo mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas pembayaran untuk membahas soal mata uang kripto. Keduanya satu suara dan kembali menegaskan bahwa mata uang kripto bukan alat pembayaran yang sah.

 

Bacaan Lainnya



”Mata uang kripto bukan merupakan alat pembayaran yang sah di Indonesia,” ujar Anto dalam keterangannya, Selasa, 11 Mei 2021.

Keputusan mengenai mata uang kripto bukan sebagai alat pembayaran sebetulnya telah ditetapkan tahun 2018. Hasil rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, sebagaimana tertuang dalam Surat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor S-30/M.EKON/09/2018 tanggal 24 September 2018, memasukkan aset kripto sebagai komoditas yang dapat diperdagangkan di bursa berjangka, tetapi melarangnya sebagai alat pembayaran.

 

INFO BISNIS

Hal ini juga sejalan dengan undang-undang yang berlaku di Indonesia. Undang-Undang nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang hanya mengakui rupiah sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia.

Bank Indonesia (BI) melarang penggunaan mata uang lain karena hal itu bertentangan dengan aturan yang berlaku.

OJK Tak Awasi Kripto

 

Anto menambahkan, OJK tidak mengawasi kripto. Pengawasannya dilakukan oleh Bappebti. Hal ini disebabkan aset kripto merupakan jenis komoditas.

Berdasarkan Peraturan Bappebti Nomor 5 Tahun 2019 tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto di Bursa Berjangka, aset kripto adalah komoditas tak berwujud yang berbentuk aset digital, menggunakan kriptografi, jaringan peer-to-peer, dan buku besar yang terdistribusi.

 



Ini untuk mengatur penciptaan unit baru, memverifikasi transaksi, dan mengamankan transaksi tanpa campur tangan pihak lain.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menjelaskan, melalui Bappebti, pihaknya akan melakukan pengaturan aset kripto agar tercipta kondisi aman, adil, ada kepastian, dan transparan bagi para pelakunya.

”Kami tidak ingin banyak orang tertipu. Jadi, mau tidak mau tetap harus diatur,” ujar Lutfi.

 

INFO BISNIS

Nilai transaksi perdagangan aset kripto di Tanah Air sepanjang Januari-Maret 2021 mencapai Rp 126 triliun. Laporan 13 pedagang terdaftar ke Bappebti menunjukkan, ada kenaikan nilai transaksi hingga 45 persen pada Maret 2021, yakni dari rata-rata Rp 36,5 triliun per bulan di dua bulan pertama menjadi Rp 53 triliun di bulan ketiga tahun ini.

Lonjakan itu, antara lain, didorong oleh kenaikan harga aset kripto, khususnya bitcoin, yang naik dari kisaran Rp 407 juta per koin pada awal Januari 2021 menjadi Rp 880 juta per koin pada pertengahan Maret 2021.

Harga Bitcoin mencapai puncak terbarunya di kisaran Rp 940 juta per koin pada pertengahan April 2021. ***

 

[kom/OB1]

#Kripto #MataUang #InfoBisnis


Referensi

Tentang Coinbase

Sejarah Bitcoin

Harga Bitcoin

Pasar Bitcoin

Tentang Valuta Asing (Forex)

Analisa Forex

Mata Uang

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *