‘Benang Kusut’ Konflik Lahan Hutan yang Diklaim Masyarakat Matio dan TobaPulp

Menurut Alden, tapal batas luas areal konsesi yang dikuasai TobaPulp sudah selesai ditetapkan oleh tim PPKH (Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan) pada 28 desember 2014 dan sudah ditandatangani oleh Kementerian Kehutanan.

Bacaan Lainnya

Persoalannya adalah lahan yang diklaim oleh masyarakat Dusun Matio sebagai tanah adat seluas 110 hektar masuk dalam Hak Pengelolaan Lahan (HPL) perusahaan bubur kertas tersebut.

“Persoalan yang ada sekarang adalah ketidakkomitmen. Pada tahun 2015 lalu, ada kesempatan kepada masyarakat yang masuk didalam kawasan tersebut untuk mengajukan agar arealnya dikeluarkan dari konsesi. Ketika diukur, ternyata masyarakat meminta semuanya, termasuk marga dari luar. Padahal yang berhak di dusun tersebut adalah marga Siagian,” katanya.

Alden menjelaskan, pada tahun 2011 tuntutan dari masyarakat di Dusun Matio sudah muncul mengenai lahan yang masuk dalam konsesi TobaPulp, dimana saat itu luas yang mereka tuntut yakni 50 hektar. Namun seiring waktu, lahan yang dituntut tersebut bertambah luas karena warga memasukkan lahan kuburan orangtua mereka kedalam kawasan yang diajukan keluar dari areal konsesi.

“Padahal aturannya memang boleh kita mengubur orangtua kita di kawasan hutan, tapi tidak boleh memiliki areal itu,” ungkapnya.

Dinas Kehutanan, menurutnya, sudah menyampaikan kepada Bupati, agar lahan seluas 50 hektar yang dituntut oleh warga diajukan untik dikeluarkan dari areal konsesi. Akan tetapi semakin tahun, luas lahan yang dituntut terus bertambah hingga saat ini persoalannya tidak pernah selesai antara keduabelah pihak.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *