Pekerja/Buruh Tolak Penutupan Perusahaan di Seputaran Danau Toba

Siapa yang Bertanggungjawab dengan Nasib Pekerja/Buruh?

Serikat Pekerja / Serikat Buruh meminta pihak eksekutif dan legislatif di Provinsi Sumatera Utara (Sumut) untuk proaktif menanggapi isu-isu terkait tuntutan penutupan sejumlah perusahaan di sekitar Danau Toba, yang digembar-gemborkan oleh sekelompok orang tak bertanggungjawab atau ditunggangi pihak asing sebagai upaya black campain, yang berimbas pada ketidaknyamanan investor dalam berusaha.

Bacaan Lainnya

Hal itu diucapkan Wakil Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Sumut, Nelson Manalu, Ketua Serikat Pekerja Nasional Sumut (SPN Sumut), Anggiat Pasaribu dan Ketua Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SBSI) 1992 Sumut, Bambang Hemanto usai melakukan tinjauan ke PT Toba Pulp Lestari (Toba Pulp) dan PT Allegrindo, (24/5/2015).

Tujuan ketiga pengurus serikat pekerja/serikat buruh di Sumut ke Toba Pulp Lestari – Porsea dan PT Allegrindo di Kabupaten Simalungun, untuk mengetahui legalitas sekaligus operasional perusahaan PMA (Pemilik Modal Asing) tersebut. Dan juga terkait sarana pengelolaan limbah yang diisukan telah mencemari air Danau Toba, sehingga diminta ditutup.

Tinjauan ke Toba Pulp Lestari – Porsea, Nelson Manalu, Anggiat Pasaribu dan Bambang Hermanto diterima oleh Onggung Tambunan sebagai perwakilan managemen. Ketiga pengurus serikat pekerja/serikat buruh itu menyaksikan langsung dan memperoleh informasi oleh manajemen Toba Pulp seputar manajemen pengelolaan hutan tanaman industri dan pengelolaan limbah industri.

Menurut Nelson Manalu, Wakil Ketua SPSI Sumut, perusahaan yang kita tinjau ini memiliki legalitas yang telah diakui oleh pemerintah dan memperoleh berbagai sertifikasi penghargaan standar internasional maupun nasional. “Hasil tinjauan, kami menilai, pengelolaan limbah pulp sangat baik, di mana semuanya telah sesuai prosedur, seperti PH air yang dihasilkan limbah sekitar 7,” jelasnya.

Sama halnya juga ketika perwakilan serikat pekerja/serikat buruh ini meninjau operasional PT Allegrindo di Kabupaten Simalungun pada hari yang sama. Industri perternakan hewan babi ini, juga memiliki pengelolaan limbah sesuai prosedur yang telah ditentukan oleh pemerintah.

Bahkan, dari penjelasan Head HRD PT Allegrindo, Binsar Sitepu, mengakui, tidak ada perusahaannya membuang limbah ternak tersebut ke Danau Toba. “Jarak peternakan hewan berkaki empat ini sekitar 8 kilometer dari sumber air Danau Toba,” ucap Nelson.

Nelson menambahkan, kunjungan kerja yang dilakukan serikat pekerja/serikat buruh ini demi kepentingan pekerja/buruh. “Karena belakangan ini beredar isu di tengah publik, ada sekolompok orang yang tidak bertanggungjawab yang menuntut dilakukan penutupan bagi perusahaan-perusahaan di sekitar Danau Toba. Kita di sini untuk melihat fakta-fakta yang ada di perusahaan-perusahaan seputaran Danau Toba. Perusahaan-perusahaan ini benar dan terbuka, maka kami siap membelanya demi kepentingan pekerja/buruh,” cetusnya.

Anggiat Pasaribu mengungkapkan, tuntutan penutupan itu dinilai bermuatan politis dan berunsur kepentingan dari sekelompok orang yang tidak menginginkan kehadiran perusahaan-perusahaan di sekitar Danau Toba. “Seluruh izin dan legalitas yang dimiliki perusahaan dikeluarkan oleh pemerintah. Berarti, telah dilakukan kajian dan analisis dari pemerintah. Jika itu melanggar, ya mana mungkin pemerintah berani mengeluarkan legalitas ataupun izin-izin operasional milik perusahaan tersebut,” katanya.

Indonesia adalah negara yang berlandasan hukum. “Untuk itu, kita serahkan semuanya kepada pemerintah untuk mengkaji dan menganalisa yang beredar ke publik terkait isu penutupan bagi perusahaan-perusahaan di sekitar Danau Toba,” ujarnya.

Menurutnya, jangan isu ini dipolitisasi maupun dimanfaatin oleh NGO-NGO untuk mengacaukan perekonomian Sumut dan disinyalir adanya kepentingan asing. “Lebih baik, semuanya duduk bersama mencari ‘win-win solution’, baik itu pemerintah – pengusaha dan elemen masyarakat serta juga melibatkan serikat pekerja dan serikat buruh. Sebab, ini melibatkan orang banyak termasuk didalamnya gimana nasib pekerja/buruh,” jelasnya.

Bambang Hermanto menambahkan, kepentingan kami disini untuk melindungi pekerja/buruh. “Kalau perusahaan ditutup, gimana keberlangsungan hidup buruh? Seperti di Toba Pulp tercatat ada sekitar 6.000 lebih pekerja/buruh. Yang menjadi pertanyaan, jika ditutup siapa bertanggungjawab dengan nasib ribuan buruh yang telah menggantungkan hidupnya di Toba Pulp. Begitu juga di PT Allgrindo ada 280 pekerja/buruh, siapa yang bertanggungjawab jika perusahaan ini tutup operasional?” tanyanya.spsb-sumut

Beredarnya isu adanya desakan dari sekelompok orang yang tak bertanggungjawab untuk menutup perusahaan-perusahaan di sekitar Danau Toba, yang menjadi ikon objek wisata Sumut, dinilai telah meresahkan. “Kami menjadi terpanggil untuk memperjuangkan nasib pekerja/buruh yang bakal dirumahkan jika terjadinya penutupan. Ini tidak dapat dibiarkan, maka dari pada itu, kami dalam waktu dekat ini akan melakukan aksi dengan mengerahkan kaum pekerja/buruh ke legislatif dan eksekutif di tingkat provinsi, untuk meminta pemerintah untuk turun dan proaktif menyikapi persoalan ini,” cetusnya.

Bukan sampai situ saja, tambah Ketua SBSI ’92, pekerja/buruh akan mengaspirasikan ini ke Sesneg (Sekretaris Negara) hingga Presiden Jokowi, dengan harapan jaminan dari pemerintah atas nasib pekerja/buruh terkait isu-isu penutupan ini.

Di tempat terpisah, Managara Manurung, yang mewakili pekerja/buruh di Toba Pulp ketika diwawancarai wartawan mengatakan, hak-hak yang didapat telah sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Seperti upah yang diatas UMK, Asuransi Kesehatan, Asuransi Ketenagakerjaan serta lainnya yang merupakan hak pekerja/buruh diberikan perusahaan.

Menanggapi kabar miring terkait tuntutan penutupan perusahaan di sekitar Danau Toba, termasuk industri HTI (Hutan Tanaman Industri) Toba Pulp, Manurung yang juga Ketua PK SPN Toba Pulp Porsea mengatakan, perusahaan ini tempat pekerja/buruh mencari nafkah hidup.

“Kalau ada tuntutan penutupan itu dengan cara yang tidak benar, maka kami akan membela dan mendukung perusahaan ini agar tetap berjalan dengan kondusif. Kita siap menjadi garda terdepan membela tempat pekerja/buruh mencari nafkah hidup. Langkah pembelaan yang akan kita tempuh melalui cara-cara yang legal sesuai dengan peraturan yang berlaku,” ucapnya seraya menegaskan, jangan isu ini dipelintir dan dipolitisasi dari kepentingan sepihak.

Hal senada juga dilontarkan Joni Purba, Ketua PK SBSI PT Allgrindo. Ia sangat kecewa dan menyayangkan isu tersebut. “Kalau benar dilakukan penutupan, bakal akan bertambah pengangguran. Kita tidak ingin ini terjadi, karena menyangkut ‘periuk’ keluarga. Bagaimana nasib kami (pekerja/buruh). Perusahaan tempat kami berdiri berizinkan legal, maka kami harus membelanya jika itu diperlukan,” cetusnya. (OB1)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *