Isi Konten
- Dinas LHK Sumut berencana Pulihkan Ekosistem Mangrove
Hutan Harus Dijaga dari Generasi ke Generasi - Kawasan Hutan di Sumut Capai 3 Juta Hektar
- Dinas LHK: Jangan Membakar Lahan Kering
- 33 Kab/Kota se-Sumut Diserukan Untuk Menerapkan Sanitary Landfill
Dinas LHK Sumut berencana Pulihkan Ekosistem Mangrove
OBROLANBISNIS.com — Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara (Sumut) terus menggencarkan program rehabilitasi mangrove dan penguatan perhutanan sosial sebagai langkah nyata mendorong pelestarian hutan berkelanjutan.
“Upaya ini dilakukan dengan melibatkan masyarakat sebagai pelaku utama dalam menjaga ekosistem hutan yang menjadi sumber kehidupan dan penyeimbang alam,” kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Sumut, Heri W Marpaung, Senin, 6 Oktober 2025.
REKOMENDASI: Koin 1 Dolar Trump Sempat Hadapi Kendala Hukum
Hutan Harus Dijaga dari Generasi ke Generasi
Heri menegaskan, pentingnya kesadaran kolektif untuk memandang hutan bukan sebagai warisan, melainkan titipan yang harus dijaga dari generasi ke generasi.
“Sebagaimana tugas dan fungsinya, Dinas LHK bertujuan mewujudkan kelestarian hutan yang berkelanjutan dengan sasaran kerja menurunkan kerusakan kawasan hutan dan meningkatkan pemanfaatan sumber daya yang lestari,” ujarnya.
Heri memaparkan, adapun rencana aksi pada 2025 ini, Dinas LHK Sumut berencana memulihkan ekosistem mangrove (bakau) dengan melibatkan masyarakat sebagai pelaku utama rehabilitasi.
REKOMENDASI: 10.10 Big Shopping Day Blibli : Upgrade Gadget Hingga Sepatu Tanpa Harus Boros
Meliputi penanaman pohon, penguatan kelembagaan melalui kelompok perhutanan sosial dan tani hutan, serta pemanfaatan hasil hutan bukan kayu. Dengan lokus di Kabupaten Batubara dan Langkat.
Kawasan Hutan di Sumut Capai 3 Juta Hektar
Pada data Penatagunaan Hutan, lanjut Heri, pihaknya mencatat kawasan hutan di Sumut mencapai 3 Juta Hektare. Namun untuk penjagaannya, pemerintah mendorong kemanfaatan bagi masayarakat tanpa mengambil bahan kayu atau menebang pohon.
Dari langkah itu, satu diantaranya adalah konsep perhutanan sosial, dimana penduduk lokal atau sekitar bisa memanfaatkan hasilnya tanpa merusak dan menghilangkan fungsi utama hutan.
Dinas LHK: Jangan Membakar Lahan Kering
Untuk pemanfaatan tersebut, jelas Heri, di Sumut ada sekitar 284 Kelompok Perhutanan Sosial yang terdiri dari 207 kelompok hutan kemasyarakatan (Hkm), 15 hutan tanaman rakyat (HTR), 18 hutan desa (HD), 32 kemitraan kehutanan (KK) dan 12 hutan adat (HA).
REKOMENDASI: Ini Alasannya Emitem Harga Saham Teknologi Mobilitas Group Bakrie Naik
Dari total luas lahan perhutanan sosial di Sumut, yang mencapai 102,282 Ha ini, pihaknya pun mengingatkan agar menghilangkan kebiasaan buruk seperti yang terjadi di beberapa kawasan khususnya Danau Toba, yakni membakar lahan kering dengan tujuan menumbuhkan rumput baru untuk kebutuhan ternak.
“Makanya kita mengingatkan agar masyarakat agar tidak melakukan kebiasaan yang memang sejak lama sudah dilakukan seperti membakar lahan. Harus ada edukasi agar ini tak lagi terjadi. Karena prinsip yang harus kita pahami secara mendasar, bahwa hutan itu bukan warisan, tetapi titipan. Karena titipan, makanya harus kita jaga agar bisa diteruskan dari generasi ke generasi,” jelas Heri.
33 Kab/Kota se-Sumut Diserukan Untuk Menerapkan Sanitary Landfill
Sedangkan terkait isu lingkungan hidup, Heri mengatakan pihaknya telah menyosialisasikan sistem pengelolaan persampahan, termasuk kepada 27 Bupati dan Walikota se-Sumut yang mendapat surat teguran terkait pembenahan tempat pemrosesan akhir (TPA).
REKOMENDASI: Jaringan Telkomsel Tersedia di Desa Nosar Tepian Danau Lut Tawar
Bahwa Pemprov Sumut, sebelumnya telah menyerukan 33 kabupaten/kota se-Sumut untuk menerapkan sanitary landfill atau sistem pengelolaan sampah tertutup.
Seluruh kabupaten dan kota, diwajibkan untuk mengelola sampah dengan metode yang lebih ramah lingkungan dan tidak lagi menggunakan sistem pembuangan terbuka atau open dumping, terutama setelah target yang ditetapkan pemerintah untuk mengakhiri praktik tersebut pada tahun 2025.
Ia mengatakan pemerintah pusat menargetkan sudah tidak ada lagi sistem pengelolaan sampah terbuka seluruh TPA di Indonesia pada 2026. “Nanti semua harus sudah pakai sanitary landfill. Mudah-mudahan terwujud visi misi Bapak Gubernur yang selaras program nasional Bapak Presiden RI Prabowo Subianto,” kata Heri. ***
[rel/OB3]





















