Teknologi informasi (TI) adalah fenomena global. Mau tidak mau sudah memasuki budaya kita, sekarang! Pilihan kita hanya dua: mengadopsi dan sekaligus memanfaatkannya untuk membantu perolehan nilai-tambah kehidupan, atau, mengabaikannya dengan membiarkan kita tergilas oleh kemajuan zaman hingga menjadi ‘masyarakat purba’ pada era modern hanya karena gap-tek (gagap teknologi).
Pertanyaannya sekarang: Adakah cara menyelamatkan dua kepentingan paradoks itu, yakni menyelamatkan beca tradisional Medan dan menerima kahadiran GoJek, sekaligus?
Jawabannya ada pada pemegang otoritas lokal, dan mestinya bisa! Sebab, bila saja: (a) seluruh abang beca bisa didata, kemudian (b) angkutan beca-nya bisa direvitalisasi agar memenuhi standar keselamatan dan berpenampilan up to date, lalu (c) para abang beca ‘sang pahlawan’ kita diajak masuk asosiasi untuk memudahkan pembinaan (tampilan, keterampilan, disiplin lalulintas), dan selanjutnya (d) dibantu mengorganisasikan operasional mereka agar menjadi efektip dan efisien termasuk melalui penerapan TI, maka nasib ‘sang pahlawan’ kita terselamatkan dan budaya berbasis tamaddun (kemajuan)-pun dapat berjalan seiring.
Maka, bila pemegang otoritas lokal –yang antara lain dipilih oleh para abang beca– bersedia HADIR di tengah warganya yang sedang galau, dan lalu berpikir CERDAS mengatasi problem warganya –memenuhi janji-janji kempanyenya– maka GoCak (go becak) bisa jadi kenyataan, bukan lagi hal mustahil! Bagaimana pendapat anda? (warga Mandala, Kota Medan)